KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenali apa itu Martial Law yang terjadi di Korea Selatan. Situasi di Korea Selatan sedang ramai terkait kebijakan Martial Law yang diambil oleh presiden, Yoon Suk Yeol. Korea Selatan sedang bergejolak terkait adanya Martial Law yang dikeluarkan dengan alasan kekuatan anti negara yang ingin memberontak. Kekuatan yang dia maksud adalah oposisi yang menguasai Majelis Nasional. Martial Law pada dasarnya diatur dalam Konstitusi Korea Selatan dan undang-undang terkait keadaan darurat. Lalu, apa itu Martial Law yang sedang ditolak oleh masyarakat dan parlemen? Simak penjelasan selengkapnya.
Pengertian Martial Law
Sejarah Martial Law
Martial law atau darurat militer telah menjadi bagian dari sejarah Korea Selatan dalam menghadapi situasi politik yang penuh gejolak. Sepanjang sejarahnya, penerapan martial law sering kali memicu kontroversi dan meninggalkan jejak mendalam bagi perjalanan demokrasi negara tersebut. Revolusi April 1960 menjadi momen penting ketika martial law pertama kali diberlakukan secara besar-besaran. Pada masa itu, kerusuhan besar terjadi akibat protes masyarakat terhadap dugaan kecurangan dalam pemilu yang dilakukan oleh Presiden Syngman Rhee. Untuk mengendalikan situasi, pemerintah menerapkan martial law, tetapi hal ini tidak mampu meredam kemarahan rakyat. Akhirnya, Presiden Rhee dipaksa mundur, membuka jalan bagi transisi politik di Korea Selatan. Pembunuhan Park Chung-hee pada tahun 1979 kembali menjadi alasan diberlakukannya martial law. Setelah Park, yang saat itu menjabat sebagai presiden, dibunuh oleh kepala intelijennya sendiri, situasi politik menjadi tidak stabil. Untuk menjaga ketertiban, militer mengambil alih kontrol, meskipun langkah ini justru meningkatkan ketegangan di tengah masyarakat yang mendambakan perubahan. Baca Juga: Korea Selatan Berikan Likuiditas Tanpa Batas ke Pasar Keuangan Usai Kekacauan Politik Namun, salah satu penerapan martial law yang paling kontroversial terjadi pada Gerakan Gwangju 1980. Saat itu, protes besar-besaran di Gwangju pecah sebagai bagian dari gerakan pro-demokrasi. Pemerintah militer, di bawah Jenderal Chun Doo-hwan, merespons dengan keras, mengerahkan militer untuk membubarkan demonstrasi. Aksi ini berujung pada tragedi yang menewaskan ratusan orang, meninggalkan luka mendalam dalam sejarah Korea Selatan. Ketiga peristiwa ini mencerminkan bagaimana martial law digunakan di Korea Selatan, baik sebagai alat pengendalian maupun sebagai simbol penindasan. Meski kini Korea Selatan telah bertransformasi menjadi demokrasi yang mapan, sejarah kelam martial law tetap menjadi pengingat penting akan perjuangan rakyatnya untuk meraih kebebasan dan keadilan.Kewenangan di Bawah Martial Law
Saat Martial Law dikeluarkan, ada beberapa konsekuensi yang ditimbulkan terkait kewenangan pemerintahan.- Pembatasan Hak Sipil: Kebebasan berkumpul, berbicara, dan bergerak dapat dibatasi.
- Kontrol Media: Media massa dapat diawasi ketat untuk mencegah penyebaran informasi yang dianggap meresahkan.
- Penegakan Hukum: Pengadilan militer dapat menggantikan pengadilan sipil untuk mengadili pelanggaran hukum selama masa darurat.
- Mobilisasi Militer: Militer dapat dikerahkan untuk menjaga keamanan di jalanan dan mengendalikan protes.