JAKARTA. Bank Indonesia pada Kamis besok (8/5) akan melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan. Perekonomian Indonesia diketahui menunjukkan perlambatan signifikan, namun kebijakan moneter belum berubah menuju arah pelonggaran. Ekonom yang dihubungi KONTAN, Selasa (6/5) sepakat, bahwa BI rate atawa suku bunga masih akan bertengger pada level 7,5%. Belum ada indikasi pelonggaran meski data terbaru ekonomi triwulan satu 2014 tentang pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) hanya mampu tumbuh 5,21%. Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Doddy Ariefianto mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang melambat tahun ini sejalan dengan keinginan BI. Otoritas moneter ini pun memberikan kisaran pertumbuhan sebesar 5,5%-5,9%.
BI ingin menstabilkan current account deficit atawa defisit transaksi berjalan menuju ke level yang lebih sehat. Satu-satunya jalan yang bisa dilakukan adalah mengerem impor. Harga komoditas tak bisa diandalkan untuk menunjang ekspor. "Karena itu hingga akhir tahun kebijakan moneter cenderung ketat pada level 7,5%," ujarnya. Di sisi lain, inflasi masih perlu diwaspadai. Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto melihat tekanan pada inflasi masih ada. Terlihat inflasi tahunan alias year on year pada bulan April kemarin tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 7,25%. Suku bunga baru boleh diturunkan apabila inflasi tahunan sudah dekat pada level 5,5%. Menurutnya, penurunan yang mengarah pada level 5,5% baru bisa terjadi pada akhir tahun. Dari sisi eksternal, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed berencana menaikkan suku bunga yang terus membayangi perekonomian tanah air. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menjelaskan, perkiraannya pada Oktober mendatang tapering off sudah selesai dan bisa jadi suku bunga mulai dinaikkan. "Di sini ada potensi suku bunga BI dinaikkan lagi," tutur David.