KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) bersiap menggelar
initial public offering (IPO). Emiten yang akan menggunakan
ticker PGEO ini memasang rentang harga
book building di Rp 820 per saham Rp 945 per saham. PGEO akan melepas sebanyak-banyaknya 10,35 miliar saham, yang mewakili sebanyak-banyaknya sebesar 25% dari modal ditempatkan dan disetor IPO. Sehingga, perusahaan pelat merah tersebut berpotensi meraup dana segar maksimal Rp 9,78 triliun. Direktur Avere Investama Teguh Hidayat melihat, prospek IPO anak usaha BUMN ini belum cukup meyakinkan. Apalagi melihat harga anak usaha BUMN yang turun usai IPO.
Contohnya, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (
MTEL) dari harga IPO Rp 800 menjadi Rp 678 per saham. Lalu, ada PT Adhi Commuter Properti Tbk (
ADCP) dari Rp 130 menjadi Rp 72. Teguh mengatakan, PGEO memang merupakan anak usaha perusahaan besar. Namun, PGEO hanya sebagian kecil dari Pertamina.
Baca Juga: Pertamina Geothermal Energy Akan IPO Saham PGEO, Harga 820-960, Apa Layak Dikoleksi? "Yang besar dari Pertamina itu Pertamina Patra Niaga yang menjadi distribusi bensin. Nah, PGEO dengan nilai IPO yang cukup besar itu akan masuk valuasi premium sehingga kurang meyakinkan dibandingkan anak usaha BUMN lainnya yang gagal," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (3/2). Teguh melanjutkan, bisnis PGEO sendiri merupakan energi terbarukan. Sehingga, produknya baru berupa pengembangan-pengembangan. Menurutnya, hal tersebut memiliki risiko yang tinggi harganya mencetak penurunan. Oleh sebab itu, ia menyarankan investor sebaiknya masuk setelah melihat pengembangan yang dilakukan PGEO. Teguh mencontohkan, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (
BRIS) yang kala itu IPO di harga Rp 510. Pada awal, harga sahamnya pun sempat turun ke Rp 200 per saham. "Bayangkan jika masuk di harga Rp 200 dan saat ini harganya sudah sekitar Rp 1.300 sehingga return yang dihasilkan maksimal," terangnya. Hanya saja, secara momentum IPO PGEO ini dinilai tepat. Sebabnya, saat ini ramai cerita mengenai energi terbarukan. Dengan begitu, Teguh menilai target dana terkumpul dari IPO PGEO akan tercapai. "Namun apakah dari sisi investor yang membeli akan diuntungkan, belum tentu karena produk-produk PGEO masih berupa pengembangan," katanya.
Baca Juga: Pertamina Geothermal (PGEO) akan IPO, Simak Prospek Emiten Sektor Hijau di BEI Di sisi lain, analis Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti justru menilai, IPO PGEO cukup menarik untuk diperhatikan. Dijelaskan, dari sisi kinerja keuangan ia melihat tren pendapatannya terus bertumbuh. Berdasarkan laporan keuangan terakhir, pendapatannya naik 3,9% dan jika dilihat dari
net income cukup menarik pertumbuhannya yang ditopang pendapatan non-operasional. "Yang kami soroti dari sisi likuiditasnya, current ratio-nya sebesar 0,5 kali, berada di bawah batas 1 kali dan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Lalu dari sisi solvabilitas DER masih aman dan ICR juga masih baik jadi kami lihat masih cenderung aman dalam melihat kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya," jelasnya. Memang dari nilai IPO yang dipasang cukup tinggi. Namun, pihaknya melihat prospek bisnisnya juga menarik terutama untuk jangka menengah hingga panjang yang sekaligus memberikan
awareness bahwa ada pembangkit listrik tenaga panas bumi. Menurutnya, ada enam faktor yang membuat prospek PGEO menarik. Pertama, dari sisi kapasitas terpasang PGEO menempati posisi pertama baik di dalam negeri maupun Asia Tenggara. Kapasitas PGEO sebesar 1.877 MWh dengan kapasitas yang dikelola langsung sekitar 1.200 MwH dan 600 MwH dikelola dengan skema KOB (Kontrak Operasi Bersama) oleh IPP. Kedua, sumber daya dan cadangannya yang cukup besar sehingga dari mining life cukup untuk menghasilkan listrik selama tiga dekade. Ketiga, kontrak kerja sama ESC dengan PLN sebagai distributor tunggal dalam negeri. "Apalagi, market pembangkit listrik di dalam negeri merupakan yang terbesar," terangnya. Keempat, dukungan pemerintah seiring dengan target pencapaian sebesar 23% untuk energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025 yang sejalan dengan
net zero emission pada 2060. Pemerintah juga sudah mengumumkan percepatan pengalihan secara bertahap pembangkit listrik tenaga batubara ke tahun 2040.
Baca Juga: IPO Pertamina Geothermal Berpotensi Raup Dana Hingga Rp 9,78 Triliun Kelima, dukungan dari sisi pendanaan tenaga panas bumi yang masuk dalam bisnis padat modal di mana PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia berkomitmen untuk memberikan dukungan pendanaan lebih baik bagi proyek-proyek panas bumi.
"Keenam, potensi panas bumi di Indonesia yang besar mengingat letak geografis Indonesia yang berada di
pacific ring of fire," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto