KONTAN.CO.ID - Hari Raya Nyepi 2023 jatuh pada Rabu, 22 Maret 2023. Salah satu tradisi yang khas di Hari Raya Nyepi adalah ogoh-ogoh. Di Hari Nyepi ini biasanya umat Hindu melakukan instropeksi diri dengan menyepi selama 24 jam. Selain itu, salah satu prosesi dalam perayaan Nyepi adalah pawai ogoh-ogoh yang digelar pada malam pengerupukan atau sehari sebelum Nyepi. Ogoh-ogoh adalah karya seni terbuat dari perpaduan bahan seperti steyrofoam, bambu, koran bekas, kain, cat, kawat besi, dan kayu.
Dalam prosesnya, ogoh-ogoh diarak menuju tempat persemayaman umat Hindu lalu dibakar. Lantas, seperti apa sejarah ogoh-ogoh di Bali dan maknanya?
Baca Juga: Pengertian dan Sejarah Ogoh-ogoh, Karya Seni Patung di Bali Seperti apa sejarah ogoh-ogoh?
Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan. Dirangkum dari laman resmi
Pemerintah Kabupaten Buleleng, Bhuta Kala dalam ogoh-ogoh adalah sosok yang besar dan menakutkan, biasanya dalam wujud Rakshasa.
Baca Juga: Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali ditutup sementara selama Nyepi Selain wujud Rakshasa, ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka. Di antaranya naga, gajah, widyadari, bahkan dalam perkembangannya ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat. Ogoh-ogoh sebetulnya tidak memiliki hubungan langsung dengan upacara Hari Raya Nyepi.
Baca Juga: Ratusan umat Hindu di Jombang gelar pawai ogoh-ogoh Namun, sejarah ogoh-ogoh di Hari Raya Nyepi yakni sejak tahun 1980-an, umat Hindu mengusung ogoh-ogoh yang dijadikan satu dengan acara mengelilingi desa dan membawa obor atau yang disebut acara ngerupuk. Sebelum memulai pawai ogoh-ogoh para peserta upacara atau pawai biasanya minum-minuman keras tradisional atau arak. Pada umumnya ogoh-ogoh di arak menuju suatu tempat yang diberi nama sema (tempat persemayaman umat Hindu sebelum dibakar dan pada saat pembakaran mayat). Kemudian ogoh-ogoh yang sudah diarak mengelilingi desa tersebut dibakar.
Baca Juga: Ogoh-ogoh mulai berjejer Karena bukan sarana upacara, ogoh-ogoh itu diarak setelah upacara pokok selesai dengan diiringi irama gamelan khas Bali yang diberi nama bleganjur. Ogoh-ogoh murni sebagai cetusan rasa semarak untuk memeriahkan upacara ngerupuk. Karena tidak ada hubungannya dengan Hari Raya Nyepi, maka ogoh-ogoh tidak mutlak ada dalam upacara tersebut. Namun, ogoh-ogoh tetap boleh dibuat sebagai pelengkap kemeriahan upacara, misalnya berupa raksasa yang melambangkan Bhuta Kala.
Baca Juga: Gelar perang api jelang Nyepi, Umat Hindu Lombok ingin pemilu damai Makna ogoh-ogoh
Makna ogoh-ogoh ini merupakan lambang nyomia atau menetralisir Bhuta Kala, yaitu unsur-unsur kekuatan jahat. Makna ogoh-ogoh adalah sebagai representasi Bhuta Kala. Ogoh-ogoh dibuat menjelang Hari Raya Nyepi dan diarak beramai-ramai keliling desa pada senja hari Pangrupukan, sehari sebelum Hari Nyepi. Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia).
Baca Juga: Barongsai, reog, ogoh-ogoh isi Kita Indonesia Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia. Nah, itulah pengertian ogoh-ogoh adalah karya seni dalam Budaya Bali, sejarah ogoh-ogoh, dan makna ogoh-ogoh. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News