JAKARTA. Hari Minggu (3/2) kemarin adalah hari ke-9 pelaksanaan modifikasi cuaca untuk mengantisipasi banjir Jakarta. Modifikasi cuaca berhasil menjaga Jakarta dari banjir sejauh ini. Bagaimana prosesnya? Operasi modifikasi cuaca hari dilakukan dengan dua kali penerbangan. "Penerbangan pertama pada pukul 09.19-10.30 WIB dengan Hercules C-130 TNI AU membawa 4 ton NaCl," kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB. Penyemaian dilakukan pada sel awan cumulus dari timur Pandeglang, Rangkasbitung, Serang dan barat laut Jakarta pada ketinggian 9.000 kaki. Sedangkan penerbangan kedua pukul 11.03-12.22 WIB di daerah Pandeglang, pesawat Casa mencapai puncak awan di ketinggian 12.000-15.000 kaki dan menyemai awan menggunakan 800 kg NaCl.Penyemaian bertujuan menjatuhkan awan-awan sebelum bergerak menuju Jabodetabek. Tak hanya itu, di darat dioperasikan Ground Based Generator (GBG) dengan membakar 15 pijar zat penyemai di 13 lokasi. Sedangkan GBG larutan dioperasikan di 3 lokasi selama 5 jam untuk mengurangi potensi hujan di Jabodetabek.Sutopo menuturkan, operasi kemarin menyebabkan hujan turun di beberapa lokasi seperti Citeko (28 mm), Cariu (17 mm), Jasinga (15.5 mm), dan Cikarang (7,5 mm). Ia menambahkan, masyarakat tak perlu khawatir atas dampak negatif dari bahan semai yang digunakan. Bahan semai modifikasi cuaca itu adalah NaCl yaitu garam dapur berbentuk kristal yang kemudian dihaluskan seukuran tepung terigu. Garam inilah yang ditaburkan ke awan.Garam ini menyerap butir-butir air di awan. Tidak ada efek negatif buat lingkungan karena jumlah garam yang digunakan tak ada artinya dibandingkan dengan hujan yang jatuh dalam jutaan meter kubik. Terlebih, ketika sampel air hujan diambil dan dianalisis di laboratorium, hasilnya masih memenuhi baku mutu kelas B yakni dapat dikonsumsi dengan direbus.Sutopo mengingatkan, keberhasilan modifikasi Jakarta dalam beberapa hari belakangan bukan berarti Jakarta aman secara mutlak dari banjir. "Pola hujan Jakarta dan sekitarnya berdasarkan rata-rata hujan 30 tahun menunjukkan bahwa Januari dan Februari adalah puncak hujan. Kemudian hujan menurun hingga Maret," jelasnya.
Apa penyebab cuaca cerah di Jakarta?
JAKARTA. Hari Minggu (3/2) kemarin adalah hari ke-9 pelaksanaan modifikasi cuaca untuk mengantisipasi banjir Jakarta. Modifikasi cuaca berhasil menjaga Jakarta dari banjir sejauh ini. Bagaimana prosesnya? Operasi modifikasi cuaca hari dilakukan dengan dua kali penerbangan. "Penerbangan pertama pada pukul 09.19-10.30 WIB dengan Hercules C-130 TNI AU membawa 4 ton NaCl," kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB. Penyemaian dilakukan pada sel awan cumulus dari timur Pandeglang, Rangkasbitung, Serang dan barat laut Jakarta pada ketinggian 9.000 kaki. Sedangkan penerbangan kedua pukul 11.03-12.22 WIB di daerah Pandeglang, pesawat Casa mencapai puncak awan di ketinggian 12.000-15.000 kaki dan menyemai awan menggunakan 800 kg NaCl.Penyemaian bertujuan menjatuhkan awan-awan sebelum bergerak menuju Jabodetabek. Tak hanya itu, di darat dioperasikan Ground Based Generator (GBG) dengan membakar 15 pijar zat penyemai di 13 lokasi. Sedangkan GBG larutan dioperasikan di 3 lokasi selama 5 jam untuk mengurangi potensi hujan di Jabodetabek.Sutopo menuturkan, operasi kemarin menyebabkan hujan turun di beberapa lokasi seperti Citeko (28 mm), Cariu (17 mm), Jasinga (15.5 mm), dan Cikarang (7,5 mm). Ia menambahkan, masyarakat tak perlu khawatir atas dampak negatif dari bahan semai yang digunakan. Bahan semai modifikasi cuaca itu adalah NaCl yaitu garam dapur berbentuk kristal yang kemudian dihaluskan seukuran tepung terigu. Garam inilah yang ditaburkan ke awan.Garam ini menyerap butir-butir air di awan. Tidak ada efek negatif buat lingkungan karena jumlah garam yang digunakan tak ada artinya dibandingkan dengan hujan yang jatuh dalam jutaan meter kubik. Terlebih, ketika sampel air hujan diambil dan dianalisis di laboratorium, hasilnya masih memenuhi baku mutu kelas B yakni dapat dikonsumsi dengan direbus.Sutopo mengingatkan, keberhasilan modifikasi Jakarta dalam beberapa hari belakangan bukan berarti Jakarta aman secara mutlak dari banjir. "Pola hujan Jakarta dan sekitarnya berdasarkan rata-rata hujan 30 tahun menunjukkan bahwa Januari dan Februari adalah puncak hujan. Kemudian hujan menurun hingga Maret," jelasnya.