Apa Perbedaan UMR, UMP, dan UMK? Cek Sejarah dan Aturan Berlaku Saat Ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Simak perbedaan UMR, UMP, dan UMK pada Aturan Pengupahan di Indonesia. Pada tahun 2025, Pemerintah berencana menaikkan Upah Minimum Nasional sebesar 6,5%.

Tentunya, terdapat aturan turunan yang memungkinkan seorang buruh menerima upah minimal sesuai ketentuan di daerah. Hal ini muncul adanya istilah UMR, UMP, dan UMK, lalu apa perbedaan dari ketiganya?

UMR (Upah Minimum Regional), UMP (Upah Minimum Provinsi), dan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) adalah istilah yang terkait dengan kebijakan upah minimum di Indonesia.


Ketiganya muncul dalam rentang waktu yang berbeda dalam aturan mulanya diterbitkan lewat Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999.

Baca Juga: BPNT Tahap 6 2024, Bantuan Bisa Disalurkan Jika Penerima Memenuhi 4 Kriteria Ini

Sejarah Kemunculan UMR, UMP, dan UMK

1. UMR

Di Indonesia, sistem UMR pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 13 Tahun 1974.

UMR diberlakukan secara nasional, dan setiap provinsi diwajibkan untuk menetapkan tingkat UMR sesuai dengan kebutuhan ekonomi setempat.

Pada awalnya, UMR bertujuan untuk mengatasi permasalahan upah yang rendah dan eksploitasi tenaga kerja.

Baca Juga: Pemerintah Bakal Kerek PPN Jadi 12%, Pengusaha Manufaktur & Ritel Minta Ditunda

Nah, pemecahan UMR kemudian diperkenalkan pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999. UMR kemudian dibagi menjadi dua tingkatan:

  • UMR Tingkat II: Setara dengan tingkat kabupaten/kota.
  • UMR Tingkat I: Setara dengan tingkat provinsi.
Dalam perkembangannya, istilah UMR dianggap kurang spesifik dan digantikan oleh istilah baru.

2. UMP

Mulai digunakan setelah terbitnya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000. Istilah UMR Tingkat I diubah menjadi UMP.

Penetapan UMP dilakukan oleh gubernur untuk seluruh provinsi, dengan mempertimbangkan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi.

3. UMK

Istilah ini juga muncul dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000 untuk menggantikan UMR Tingkat II.

Penetapan UMK dilakukan oleh gubernur, tetapi hanya berlaku untuk kabupaten/kota tertentu yang mengajukan usulan.

Baca Juga: Harga Jual Eceran Rokok Tetap Naik Tahun Depan

Perbedaan UMP dan UMK 

Lebih rinci lagi, upah minimum akan diatur menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). 

Dasar hukum dari pengaturan UMK dan UMP serta keterangannya adalah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum (Permenaker Upah Minimum). 

UMP akan berlaku upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di dalam satu wilayah provinsi. Hal ini berdasarkan pasal 1 angka 3 Permenaker Upah Minimum. 

Baca Juga: Duh! 41 Juta Generasi Sandwich Belum Punya Rumah, Mayoritas Milenial dan Gen Z

Sementara, UMK adalah upah minimum yang berlaku di dalam wilayah satu kabupaten/kota. Hal tersebut tertuang dalam pasal 1 angka 4 Permenaker Upah Minimum. 

Kemudian, dalam pasal 10 ayat 3 Permenaker Upah Minimum disebutkan bahwa jumlah UMK harus lebih besar dari UMP. Jika dalam satu kabupaten/kota sudah ditetapkan UMK, maka yang berlaku adalah ketentuan mengenai UMK. 

Aspek UMP UMK
Wilayah Penerapan Berlaku di tingkat provinsi Berlaku di tingkat kabupaten/kota
Penetapan Ditentukan oleh gubernur Ditentukan oleh gubernur berdasarkan rekomendasi bupati/wali kota
Prioritas Bersifat umum untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi Bersifat khusus untuk kabupaten/kota tertentu, sering lebih tinggi dari UMP
Pertimbangan Mengacu pada kebutuhan hidup layak (KHL) di tingkat provinsi Mengacu pada KHL di tingkat kabupaten/kota, yang biasanya lebih spesifik
Baca Juga: Prabowo Buka Peluang Naikkan Gaji Hakim Lagi, Hashim: Aturan Sedang Disiapkan

Manfaat Upah Minimum

Upah minimum memiliki berbagai manfaat yang signifikan bagi pekerja atau buruh, di antaranya:

1. Menjamin Kebutuhan Dasar

Upah minimum ditetapkan dengan mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sehingga dapat membantu pekerja memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan.

2. Mencegah Eksploitasi Tenaga Kerja

Dengan adanya batasan minimum, pengusaha tidak dapat memberikan upah di bawah standar, yang mencegah eksploitasi buruh dalam bentuk pembayaran upah yang tidak adil.

3. Meningkatkan Kesejahteraan

Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup pekerja, sehingga mereka dapat hidup lebih layak dan memiliki daya beli yang lebih baik.

Baca Juga: Wacana Kenaikan UMP 2025, Inaplas Harap Pemerintah Bantu Naikkan Utilisasi Industri

4. Meningkatkan Motivasi dan Produktivitas

Pekerja yang merasa dihargai dengan upah yang layak cenderung lebih termotivasi dan produktif dalam bekerja, yang pada akhirnya juga menguntungkan perusahaan.

5. Menekan Ketimpangan Ekonomi

Upah minimum membantu mengurangi kesenjangan ekonomi antara pekerja dengan manajemen perusahaan, menciptakan hubungan industrial yang lebih harmonis.

Kesimpulan

UMR tidak lagi digunakan secara resmi sejak tahun 2000 dan telah digantikan oleh UMP serta UMK.

  • UMP lebih bersifat menyeluruh untuk seluruh provinsi.
  • UMK memberikan fleksibilitas untuk menyesuaikan upah minimum berdasarkan kebutuhan spesifik kabupaten/kota.
Itulah penjelasan terkait perbedaan UMR, UMP, dan UMK pada Aturan Pengupahan di Indonesia.

Tonton: Upah Minimum Nasional Naik 6,5%, Cek Perkiraan UMP di Semua Provinsi Pulau Jawa

Selanjutnya: 3 Cara Cek Pajak Kendaraan untuk Wilayah DKI Jakarta

Menarik Dibaca: Bakal Comeback di 2026, Agensi BTS Sebut Kurangi Ketergantungannya pada Grup ini!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News