Apa saja yang berubah di kerajaan Arab Saudi?



KONTAN.CO.ID - RIYADH. Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman telah memerintahkan aksi besar-besaran pemberantasan korupsi. Ini merupakan gelombang paling anyar dari serangkaian perubahan besar di kerajaan Saudi dalam 2,5 tahun terakhir.

Pangeran Mohammed mengatakan dia akan untuk mengubah model negaranya yang konservatif menjadi negara modern, yang tidak hanya bergantung pada minyak.

Seiring langkah Raja Salman bin Abdulaziz, menyerahkan lebih banyak kekuasaan kepada Pangeran Mohammed, pemimpin muda yang ambisius ini telah melakukan serangkaian gebrakan mulai dari reformasi ekonomi hingga berperang dengan tetangganya Yaman.


Apa saja yang berubah dari kerajaan Saudi?

Politik kerajaan

Jalan Pangeran Mohammed ke kekuasaan tertinggi di Arab Saudi terbilang sangat cepat. Dia terpilih menjadi putra mahkota pada Juni tahun ini menggeser posisi sepupu tertuanya Pangeran Mohammed bin Nayef, yang dikenal dengan sebutan MbN.

Seorang sumber Reuters yang sangat dekat dengan Raja Salman mengatakan, alasan penyingkiran MbN adalah untuk kepentingan negara karena MbN diduga mengalami kecanduan morfin dan ketagihan kokain.

Reuters belum dapat mengonfirmasi mengenai isu kecanduan MbN ini.

Kampanye Anti Korupsi

Pangeran Mohammed memperkuat posisinya dengan memulai kampanye anti-korupsi pada akhir pekan lalu, dengan melakukan penangkapan terhadap sejumlah pangeran, menteri, mantan menteri, dan pebisnis. Setidaknya, ada 11 pangeran yang ditahan.

Banyak warga Saudi yang menyambut baik langkah penahanan pihak-pihak yang mencuri uang rakyat dengan menyalahgunakan kekuasaan. Presiden AS Donald Trump mengatakan, mereka yang ditahan telah memeras negara mereka selama bertahun-tahun. Namun, sejumlah pejabat negara Barat mengekspresikan kegelisahannya tentang kemungkinan reaksi politik dan politik kerajaan Riyadh.

Yaman

Pangeran Mohammed meluncurkan kampanye militer di Yaman pada Maret 2015. Koalisi yang dipimpin Arab Saudi telah menargetkan pergerakan Houthi yang terkait dengan Iran pada perang yang telah menewaskan lebih dari 10.000 orang.

Perang ini dicermati dengan sangat cermat oleh pangeran seiring perannya sebagai menteri pertahanan. Gambarannya pernah menghiasi propaganda perang namun jarang dikaitkan dengan perang sekarang, meskipun dia mengatakan bahwa hal itu harus terus berlanjut untuk menghentikan pengaruh Iran.

Sebelum konflik terjadi, Yaman merupakan negara termiskin di semenanjung Arab dan sekarang jutaan orang di sana menghadapi kelaparan dan epidemik kolera. Koalisi Arab Saudi membantah pihaknya memblokir pengiriman komersial bahan pangan, obat-obatan, dan bahan bakar.

Qatar

Pangeran Muhammad juga telah memimpin kampanye diplomatik untuk mengisolasi Qatar, dengan mengatakan negara tersebut menyokong aksi terorisme dan mendekat ke Iran. Qatar menolak tuduhan tersebut.

Kampanye ini menyebabkan negara-negara Teluk Arab terbelah, di mana Washington melihat hal ini penting untuk pengaruhnya di wilayah ini. Qatar telah membuat marah Riyadh dengan menyoroti pemberontakan Arab Spring melawan beberapa penguasa Arab otokratik.

Konfrontasi dengan Iran

Arab Saudi kembali mengejutkan dunia pada Senin (6/11) lalu dengan menuduh Iran berada di balik serangan rudal balistik yang dilakukan oleh kelompok militan Houthi di Yaman. Rudal tersebut berhasil dijatuhkan saat menuju Riyadh, ibukota Arab Saudi.

Arab Saudi tentu saja mengutuk aksi peluncuran rudal tersebut. Selain itu, Arab Saudi menuding Iran berada di balik kejadian yang disebut sebagai "agresi militer yang menyolok", di mana Iran telah memasok kelompok militan Houthi di Yaman dengan senjata rudal.

Saat ini, memang tengah terjadi perang sipil di Yaman, antara kelompok pemberontak militan Houthi dengan pasukan aliansi yang mendukung Presiden Yaman Abrabbuh Mansour Hadi. Kendati demikian, konflik ini juga merupakan proxy war antara Arab Saudi dengan Iran, yang berkaitan pula dengan persaingan ideologi Islam Sunni dan Syiah.

Kelompok Sunni Arab Saudi mendukung pemerintahan Presiden Hadi, pesaingnya Iran mendukung kelompok pro-syiah Houthi yang loyal dengan mantan presiden Yaman Ali Abdulla Saleh.

Saudi Aramco

Rencana penjualan sekitar 5% saham perusahaan nasional Saudi Aramco tahun depan merupakan pusat utama Visi Arab Saudi 2030. IPO ini diprediksi mampu menghimpun dana senilai US$ 100 miliar.

Namun investor bertanya-tanya apakah nilai Aramco bisa mendekati angka US$ 2 triliun. Selain itu, beredar spekulasi bahwa IPO Aramco dapat ditunda setelah 2018 atau dibatalkan.

Banyak warga Saudi memiliki keraguan tentang penjualan tersebut, dan beberapa pihak khawatir Riyadh menjual dengan harga murah seiring dengan rendahnya harga minyak.

Reformasi Ekonomi

Visi 2030 telah mulai berhasil memangkas defisit anggaran negara yang terbilang besar dengan langkah-langkah penghematan. Namun hal ini belum menciptakan sumber utama pertumbuhan pendapatan non-minyak atau lapangan pekerjaan baru.

Penghapusan bertahap subsidi bahan bakar, air dan listrik telah dimulai. Namun dapat dipastikan langkah penghematan ini tidak populer.

Visi 2030 juga mencakup investasi swasta dan privatisasi serta membangun hedge fund terbesar di dunia. Tujuannya adalah untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan partisipasi perempuan di angkatan kerja dari 22% menjadi 30% pada tahun 2030.

Neom

Pada bulan lalu, Pangeran Mohammed mengumumkan rencana untuk menciptakan zona bisnis dan industri yang membentang melintasi perbatasannya ke Yordania dan Mesir senilai US$ 500 miliar. Hal ini merupakan sebagian dari usahanya untuk mengurangi ketergantungan pada minyak.

Zona seluas 26.500 km persegi (10.230 mil persegi), yang dikenal sebagai NEOM, akan fokus pada industri termasuk energi dan air, bioteknologi, makanan, manufaktur maju dan hiburan, dan akan memiliki sumber energi sendiri dengan tenaga angin dan energi matahari.

Pangeran Mahkota mengatakan,  pemerintah, Dana Investasi Publik dan investor lokal serta internasional diperkirakan akan menenggelamkan miliaran dolar ke zona tersebut di tahun-tahun mendatang. Pangeran Mohammed juga bilang, Neom akan dicatatkan di pasar keuangan bersama Aramco.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie