KONTAN.CO.ID - Kelainan genetik yang diderita oleh bayi baru lahir seperti
Down Syndrome, bibir sumbing dan
Edward Syndrome adalah kelainan yang biasanya disebabkan oleh adanya
Chromosomal Aneuploidies atau kelainan kromosom. Kelainan kromosom adalah kondisi ketika seseorang memiliki jumlah kromosom yang kurang atau lebih dari yang seharusnya. Salah satu abnormalitas kromosom yang sering terjadi adalah trisomi. Trisomi adalah kondisi penambahan satu kromosom pada salah satu pasangan kromosom tubuh. Trisomi yang paling sering terjadi adalah trisomi 21, 18, dan 13.
Trisomi 21 adalah abnormalitas kromosom yang menyebabkan
Down Syndrome. Lantas, apa yang perlu dilakukan oleh ibu hamil jika mengetahui adanya kelainan genetik pada janin?
Baca Juga: Jaga Keharmonisan, Ini 6 Cara Mengembalikan Gairah Seks Setelah Melahirkan Tes kelainan genetik pada bayi baru lahir
Menurut WHO, sekitar 240.000 bayi baru lahir di dunia meninggal dalam waktu 4 minggu karena kelainan genetik. Kelainan genetik yang paling umum terjadi adalah
Down Syndrome. Kasus
Down Syndrome di Indonesia pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 pada anak 24 sampai 59 bulan kasus
Down Syndrome sebesar 0,12%, pada Riskesdas 2013 meningkat menjadi 0,13%, dan pada Riskesdas 2018 meningkat lagi menjadi 0,21%. Dirangkum dari keterangan resmi
Bumame, salah satu cara untuk dapat mendeteksi lebih dini kelainan kromosom yaitu melalui tes NIPT atau
Non invasive prenatal testing.
Baca Juga: Ini 4 Kesalahan saat Menggunakan Test Pack yang Perlu Anda Ketahui Moms Tes NIPT adalah es prenatal noninvasif adalah metode yang digunakan untuk menentukan risiko janin lahir dengan kelainan kromosom tertentu, seperti trisomi 21, trisomi 18, dan trisomi 13. Tes ini merupakan skrining kehamilan tanpa risiko yang >99% akurat mendeteksi masalah genetik pada janin. Tes tersebut dapat dilakukan sejak usia kehamilan 10 minggu dengan metode pemeriksaan seperti tes darah pada umumnya. Jika ibu hamil yang melakukan tes NIPT mendapatkan hasil “High Risk” dan memutuskan untuk melanjutkan kehamilan, maka ibu hamil dianjurkan melakukan konsultasi kepada dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi, konsultan fetomaternal dan melakukan tes diagnosis konfirmasi. Tes diagnosis konfirmasi tersebut diantaranya adalah
amniosentesis,
chorionic villi aspiration sampling (CVS), dan PUBS (percutaneous umbilical cord sampling).
Baca Juga: Moms, Ini Perbedaan Obstetri Dan Ginekologi yang Perlu Anda Ketahui Apa yang dilakukan ibu hamil jika janinnya memiliki kelainan genetik?
Ibu hamil juga diharuskan menjaga kehamilan hingga waktu persalinan dengan cara menjaga pola hidup sehat, makan makanan bergizi, penuhi asupan nutrisi dan vitamin, berkonsultasi dengan dokter secara rutin. Selain mempersiapkan fisik yang sehat, bertemu dengan konselor genetik juga dapat dilakukan untuk mengetahui lebih dalam kelainan genetika apa yang dimiliki oleh janin. Selain itu juga perlu mengetahui seperti apa kelainan genetik ini berdampak kepada hidup calon buah hati kelak, hingga bagaimana kondisi fisik dan intelektual bayi ketika sudah lahir nanti.
Baca Juga: 7 Penyebab Sering Buang Air Kecil dan Cara Mengatasinya Menjadi Ibu dari anak dengan kelainan genetik juga perlu mempelajari apakah sang buah hati kedepannya akan membutuhkan perawatan khusus seperti terapi ataupun obat-obatan yang harus dikonsumsi.
Orangtua juga dapat bergabung dengan beberapa komunitas di Indonesia sehingga memiliki ruang diskusi dan berbagi. Ada beberapa komunitas yang bisa diikuti, salah satunya Yayasan Peduli Kasih Anak Berkebutuhan Khusus (YPKABK), Ikatan Down Syndrome Indonesia (ISDI), dan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS). Melalui komunitas tersebut, orangtua dapat mendapatkan informasi, dukungan dari orangtua lain yang juga memiliki anak dengan kondisi yang sama. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News