KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir-akhir ini banyak pihak yang mendiskusikan dan menyampaikan pendapat tentang sebuah surat utang korproasi yang sedang bermasalah dan menjadi
underlying atau aset dasar reksadana terproteksi (RDT) yang dikelola oleh manajer investasi. Beberapa pihak berpendapat bahwa RDT sesuai dengan namanya akan memberikan proteksi atas nilai investasi dan imbal hasilnya sehingga tidak ada risiko default / gagal bayar. Bahkan, ada yang mengatakan RDT adalah produk aman tanpa risiko karena jika aset dasarnya bermasalah maka manajer investasi yang bertanggung jawab atas pengembalian pokok dan imbal hasilnya. Untuk menanggapi berbagai pernyataan tersebut, Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) dalam keterangan tertulis Selasa (18/5), bermaksud meluruskan pemahaman atas RDT sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
Prihatmo Hari Mulyanto, Ketua Presidium Dewan APRDI menjelaskan terlebih dahulu kita perlu mengenal apa itu RDT. Mengambil referensi dari laman sikapiuangmu.ojk.go.id disebutkan bahwa reksadana terproteksi adalah jenis reksadana yang akan memproteksi 100% pokok investasi investor pada saat jatuh tempo.
Baca Juga: Sritex (SRIL) PKPU, Reksadana Terproteksi Bahana TCW Terancam Direstrukturisasi Reksadana terproteksi memiliki jangka waktu investasi yang telah ditentukan sebelumnya oleh manajer investasi. Namun, dapat dicairkan sebelum jatuh tempo tanpa jaminan adanya proteksi akan pokok investasi. Berbeda dengan reksadana terbuka dan reksadana indeks, reksadana terproteksi memiliki masa penawaran sehingga investor hanya dapat membeli reksadana ini pada saat tertentu saja. Terkait manfaat, risiko, kewajiban serta cara membeli reksadana terproteksi relatif sama dengan produk atau jenis reksadana lainnya. Reksadana terproteksi memberikan proteksi nilai investasi awal pada tanggal jatuh tempo yang ditetapkan manajer investasi. Nilai proteksi tersebut dicapai melalui mekanisme investasi, dimana minimum 70% aset RDT harus diinvestasikan pada efek utang dengan peringkat layak investasi sehingga dapat menghasilkan nilai proteksi atas pokok pada tanggal jatuh tempo. Dengan kata lain tidak ada penjaminan atas pokok investasi oleh manajer investasi. "Karena nilai proteksi dicapai melalui mekanisme investasi, maka benefit darn risiko yang lekat pada aset dasar RDT sepenuhnya akan menjadi benefit dan risiko investor RDT," kata Prihatmo. Termasuk, dalam hal ini risiko gagal bayar penerbit efek utang. Kondisi ini berlaku sama dengan jenis reksadana lainnya. Dalam kondisi terjadi penurunan peringkat atau terjadi gagal bayar atas efek tang aset dasar RDT, maka sebagai bentuk fiduciary duty, manajer investasi wajib melakukan langkah-langkah terbaik yang diperlukan untuk menjaga keamanan dana investor. Caranya bermacam-macam, bisa dalam bentuk penggantian portofolio, melakukan negosiasi dengan penerbit efek utang, melakukan restrukturisasi dan lainnya. Langkah yang akan manajer investasi tempuh wajib dikomunikasikan dengan baik kepada investor RDT.
Prihatmo menegaskan, reksadana terproteksi bukan berarti bebas risiko. Risiko yang melekat pada aset dasarnya tetap harus dihadapi oleh investor RDT. "Investor diimbau untuk mempelajari dan mengkritisi prospektus dan dokumen keterbukaan produk yang disiapkan manajer investasi sebelum memutuskan membeli RDT tersebut," kata Prihatmo. Dewan APRDI juga menghimbau kepada para investor RDT yang aset dasarnya berpotensi mengalami gagal bayar untuk segera berkomunikasi dengan baik kepada manajer investasinya, untuk menanyakan langkah-langkah apa yang akan dilakukan manajer investasi. Terakhir, Dewan APRDI mengimbau masyarakat luas agar menyampaikan informasi terkait RDT sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta
common practice di industri. Hindari untuk menyampaikan pendapat dan opini pribadi yang tidak sesuai yang memicu kerancuan informasi pada masyarakat luas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat