APBI: Kasus tumpang tindih lahan tambang pelik karena libatkan banyak pihak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) menilai bahwa tumpang tindih lahan pertambangan merupakan masalah yang cukup pelik dan perlu banyak pihak untuk bisa menyelesaikannya.

Direktur APBI Hendra Sinadia mengatakan, kasus tumpang tindih lahan tambang di Indonesia sudah beberapa kali terjadi sejak lama. Penyebabnya pun beragam, misalnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menerbitkan izin tambang yang belum berjalan dengan baik.

Baca Juga: Dua anak usaha Bayan Resources (BYAN) hadapi sengketa tumpang tindih lahan

Adapula kasus tumpang tindih lahan tambang yang disebabkan masalah dalam penggunaan tata ruang nasional dan provinsi. Masalah koordinasi dengan sektor lain seperti Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta Kementerian Perindustrian juga membuat kasus tumpang tindih lahan tambang rawan terjadi.

“Masalah ini melibatkan banyak pihak, seperti pemerintah pusat dan daerah sampai lintas lembaga dan kementerian,” ujar dia, Selasa (3/3).

Hendra melihat, faktor-faktor penyebab tumpang tindih lahan tambang tadi membuktikan tata kelola dalam perizinan dan pengelolaan tambang masih menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh stakeholder terkait.

Lantas, ia pun berharap pemerintah bisa segera membenahi regulasi seperti RUU Mineral dan Batubara (Minerba) maupun RUU Cipta Kerja Minerba.

Ini mengingat keduanya sama-sama memuat poin yang berisi tata kelola perizinan dan pengelolaan tambang. Pembenahan poin tersebut diyakini akan meminimalisir potensi kasus tumpang tindih lahan tambang di masa mendatang.

“Harus dibenahi aturannya. Kalau masalah ini sering terjadi akan mempengaruhi minat investor di sektor tambang,” kata Hendra.

Sebagai informasi, beberapa kasus tumpang tindih lahan tambang memang terjadi di Indonesia. Ambil contoh, anak usaha PT Bayan Resources Tbk yaitu PT Tiwa Abadi (TA) yang mengajukan gugatan terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara belum lama ini.

Editor: Yudho Winarto