APBN 2010 dapat status wajar dengan pengecualian dari BPK



JAKARTA. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) APBN 2010 mendapatkan status opini wajar dengan pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Opini itu juga didapat pada LKPP APBN 2009. "Ini artinya ada upaya pemerintah untuk konsisten untuk mempertahankan kualitas LKPP," ungkap Menteri Keuangan Agus Martowardoyo, pada paripurna DPR, Selasa (5/7). Masih adanya pengecualian terhadap LKPP APBN 2010 itu lantaran pemerintah masih mengalami masalah dalam hal penagihan/pengakuan/pencatatan perpajakan, pencatatan uang muka Bendahara Umum Negara (BUN) tidak memadai, permasalahan dalam pengendalian atas pencatatan piutang pajak, dan permasalahan dalam pelaksanaan inventarisasi dan penilaian (IP) aset tetap. Namun, selama tahun berjalan 2010 pemerintah, kata Agus, telah melakukan upaya perbaikan agar opini yang didapat untuk LKPP APBN 2010 tidak lebih rendah daripada opini yang didapat pada LKPP APBN 2009. Upaya itu, jelas dia, meliputi penyempurnaan terhadap mekanisme pelaksanaan penagihan, pengakuan dan pencatatan penerimaan perpajakan. Mengenai pencatatan uang muka BUN yang dinilai tidak memadai itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No78/PMK.05/2011 tentang Penyelesaian Backlog atas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri melalui Mekanisme Rekening Khusus yang Ineligible (tidak memenuhi syarat). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No119/KMK.05/2011 telah ditetapkan uang muka BUN yang tidak memenuhi syarat itu mencapai Rp1,85 triliun. Selanjutnya, kata dia, pemerintah akan memperbaiki administrasi pengelolaan rekening khusus dan menyusun proses bisnis secara terintegrasi. "Soal piutang pajak, pemerintah akan perbaiki sistem pencatatan piutang yang terintegrasi dengan pembayaran pajak," ujar Agus. Pencatatan terintegrasi itu dilakukan untuk menghasilkan jumlah piutang pajak yang lebih akurat dan meminimalisasi perbedaan pencatatan piutang pajak. Soal permasalahan aset tetap, Agus mengatakan, akan mendorong setiap kementerian/lembaga (K/L) melakukan verifikasi dan validasi hasil inventarisasi dan penilaian Barang Milik Negara (BMN) sehingga selisih antara hasil inventarisasi dan penilaian dengan pencatatan di neraca dapat terselesaikan. Sementara, aset tetap yang belum sepenuhnya dilakukan inventarisasi dan penilaian akan segera diselesaikan untuk dimasukkan dalam laporan keuangan. "Kalau penyusutan aset tetap, pemerintah sedang menyusun peraturan dan mekanisme tentang penerapan penyusutan aset tetap," papar dia. Soal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), akan diupayakan ketepatan waktu penyetoran dan mendorong setiap K/L yang melakukan pengelolaan PNBP di luar mekanisme APBN untuk segera mempercepat proses penyusunan dasar hukum pungutan PNBP yang ada. Selain permasalahan tersebut, dia menyadari, pemerintah masih harus memperbaiki kesalahan penelaahan dan pengawasan penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Untuk itu, dia menjanjikan, untuk memperhatikan ketentuan dan mengintensifkan sosialisasi penerapan bagan akun standar (BAS). Bahkan, untuk masalah pencatatan hibah, pemerintah menjanjikan untuk mendorong penerapan sistem akuntansi hibah pada K/L melalui kegiatan sosialisasi, pengawasan, dan rekonsiliasi terhadap penerimaan hibah. Selain upaya tersebut, Agus mengutarakan, akan melakukan perbaikan terhadap sistem pengendalian internal dan menindaklanjuti temuan-temuan BPK. "Kalau ada temuan, kita coba lakukan penyempurnaan business process dan SOP (standard operating procedure)," tambah dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.