APBN 2023 Masih akan Dihantui Ancaman Inflasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa pemerintah akan menjaga inflasi di tahun 2023 berada pada kisaran 3,3% year on year (yoy). Adapun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan tetap diarahkan untuk mengantisipasi tekanan inflasi dari eksternal, terutama inflasi energi dan pangan.

Target inflasi 2023 itu juga lebih rendah dari proyeksi pemerintah pada inflasi 2022 yang berada pada kisaran 3,5% hingga 4,5%.  Inflasi tahun ini cendrung lebih dikarenakan ada kenaikan harga komoditas global seperti energi dan pangan.

Anggota DPR RI Komisi XI Fraksi Gerindra Kamrussamad mengingatkan bahwa ancaman inflasi masih akan membayangi APBN 2023 dikarenakan tingginya gejolak perekonomian global.


Baca Juga: Ini Sejumlah Arah Kebijakan Jokowi dalam RAPBN 2023 Agar Ekonomi Cepat Pulih

"APBN 2023 akan dihantui oleh ancaman inflasi yang tidak mudah," ujar Kamrussamad dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Rabu (16/8).

Kamrussamad menegaskan, inflasi masih menjadi momok seris di level global. Bahkan keresahan akan inflasi telah menjadi hantu bagi perekonomian dunia, mulai dari Amerika hingga Eropa, dan juga tentunya Indonesia.

Ia mengungkapkan, ekonomi global sedang melawan inflasi yang meningkat tajam, termasuk Bank Sentral terkemuka dunia telah menaikkan suku bunga acuan yang sangat agresif.

"Suku bunga ini saya lihat akan terus naik sampai inflasi terkendali. Artinya ancaman inflasi akan terus menghantui APBN 2023 kita," ungkapnya.

Lebih lanjut Kamrussamad mengatakan, pada Juli 2022 Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat mengumumkian inflasi di Negeri Paman Sam tersebut kembali melonjak.

Indeks Harga Konsumen tembus 9,1% secara tahunan dan angka tersebut menumbangkan catatan inflasi pada Mei yang menjadikannya inflasi paling tinggi sejak 1981.

Baca Juga: Pemerintah Bakal Tarik Utang Rp 696,3 Triliun pada Tahun 2023

"Situasi yang sama juga terjadi di Indonesia. Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan mencatat jika saat ini inflasi pangan meroket ke 10,47%. Padahal menurut kalkulasi BI, mestinya inflasi pangan tidak boleh lebih dari 5% atau 6%," kata Kamrussamad.

Hal ini juga tercermin dari inflasi tahunan yang pada Juli lalu mencatat 4,94%, yang meningkat dibanding bulan sebelumnya dan sekaligus menjadi yang tertinggi sejak 2016.

"Durian runtuh melambungnya harga komoditas memang berkah bagi APBN 2022. Tapi yang perlu diingat, ini juga berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan masyarakat," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto