APBN Bisa Jadi Jaminan Utang Kereta Cepat, Ini Kata Ekonom



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka percepatan penyelesaian pembangunan sarana dan prasarana proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), pemerintah Indonesia mendukung percepatan pembangunan KCJB melalui dukungan Penjaminan Pemerintah atas Pinjaman PT KAI untuk pemenuhan cost overrun.

Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 yang mengatur Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana KCJB.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, meski dilakukan lewat PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia(PII) namun tetap saja hal tersebut akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara tidak langsung.


"Iya namanya risiko kontijensi ke APBN. Seolah ada pemisahan risiko, tetapi tetap saja terkait dengan kas negara secara tidak langsung," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Selasa (19/9).

Baca Juga: Sri Mulyani Yakin Penjaminan Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tak Bebani APBN

Bhima  menilai, proyek KCJB tersebut telah melenceng dari perencanaan dan target yang telah disusun pemerintah. Bahkan secara tidak langsung proyek tersebut akan mulai menggerogoti anggaran negara.

"Ini jelas memunculkan beban tidak langsung ke APBN. Sudah melenceng jauh ya dari awal sifatnya business to business (B2B), kemudian ada keterlibatan PMN dan mekanisme subsidi tiket dan sekarang masuk ke penjaminan," katanya.

Seperti yang diketahui, akibat keterlambatan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menyebabkan terjadinya cost overrun. Cost overrun ini ditetapkan berdasarkan review oleh BPKP. Pendanaan cost overrun ini ditanggung pendanaannya secara proporsional oleh pemilik saham KCJB di mana Konsorsium BUMN memiliki saham 60%.

Untuk pemenuhan kontribusi BUMN atas pendanaan KCJB dimaksud telah diberikan PMN kepada PT KAI dan sisanya sebesar US$ 543 juta melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB).

Bhima meminta pemerintah untuk meninjau ulang kembali PMK 89/2023 dan dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI). Tidak hanya itu, pemerintah juga harus terbuka kepada  publik terhadap skenario beban APBN sebagai implikasi penjaminan.

"Publik wajib meminta keterangan rinci, berapa besar anggaran yang akan muncul dari penjaminan, risiko detail likuditas KAI hingga berapa bunga dalam Rupiah yang ditanggung selama masa penjaminan utang," terang Bhima.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menjelaskan, sebenarnya keterlibatan APBN sebagai jaminan bagi KCJB apabila di kemudian hari mereka akan melakukan pinjaman. Sehingga dalam hal ini, APBN seperti letter of guarantee yang kemudian seharusnya bisa menekan cost of borwing ketika KCJB membutuhkan pendanaan di kemudian hari.

Baca Juga: APBN Bisa Jadi Jaminan Utang Kereta Cepat, Ini Syaratnya!

"Namun seperti yang kita tahu bahwa keterlibatan APBN akhirnya memunculkan kontijensi risk yang kemudian bisa muncul dari kereta api cepat ini," kata Yusuf.

Yusuf bilang, memang APBN tidak serta-merta akan menjalani kebutuhan dana yang dibutuhkan dalam operasional KCJB.

Namun, hal ini tidak menutup fakta bahwa ada resiko kontingensi yang kemudian harus ditanggung oleh APBN dari kesepakatan maupun kebijakan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari