APBN-P 2015 dongkrak ekonomi



JAKARTA. Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) bakal merombak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 peninggalan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Melalui Rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P) 2015, pemerintahan baru akan menyusun anggaran yang lebih mendukung kegiatan perekonomian agar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8% bisa tercapai.

Dari sisi makroekonomi, pemerintah berencana mengubah asumsi inflasi dan harga minyak mentah Indonesia atawa Indonesia crude price (ICP). Target inflasi akan naik lantaran dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pekan lalu masih berlangsung hingga semester satu tahun depan. Sedang dari sisi anggaran, juga akan banyak perubahan di sana sini.

Selain perubahan total bujet pendapatan dan belanja negara, pembagian anggaran di masing-masing pos juga bakal berubah. Target penerimaan pajak, misalnya, akan lebih besar karena Jokowi meminta tambahan Rp 600 triliun. Lalu, subsidi energi menciut sekitar Rp 100 triliun gara-gara harga BBM bersubsidi naik. Anggaran belanja pegawai juga menyusut seiring berbagai upaya penghematan pemerintah, mulai pengurangan perjalanan dinas hingga larangan rapat di hotel berbintang.


"Dengan penghematan subsidi energi, anggaran untuk proyek infrastruktur pasti akan ditambah," ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, akhir pekan lalu. Tapi, dia belum bisa merinci berapa besar penambahan anggaran infrastruktur. "Masih dihitung," imbuhnya.

Selain infrastruktur, pos belanja sosial juga akan berubah. Rencananya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meminta anggaran tambahan untuk program perlindungan sosial sebesar Rp 8,14 triliun. Di APBN 2015, dana program perlindungan sosial mencapai Rp 52,32 triliun.

Contohnya, untuk pemberian bantuan beras bagi masyarakat miskin (raskin) sebesar Rp 20,5 triliun, penerima bantuan iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Rp 19,93 triliun, Program Keluarga Harapan (PKH) Rp 5,2 triliun, dan Program Beasiswa Siswa Miskin (BSM) Rp 6,62 triliun.

Defisit mengempis

Bambang menegaskan, meski ada banyak perubahan alokasi belanja, defisit anggaran di RAPBN-P 2015 lebih rendah dari APBN 2015. "Defisit akan turun menjadi 2% dari produk domestik bruto (PDB)," kata Bambang. Dalam APBN 2015, defisit anggarannya mencapai 2,21%.

Penurunan defisit ini terjadi lantaran ada penghematan anggaran subsidi BBM. Asumsi ICP yang turun juga ikut mengurangi defisit APBN. Kementerian Keuangan (Kemkeu) memperkirakan, rata-rata ICP tahun depan hanya US$ 100,67 per barel. Angka ini lebih rendah dari APBN 2015 yang sebesar US$ 105 per barel.

Askolani, Direktur Jenderal Anggaran Kemkeu, pernah mengatakan, setiap penurunan ICP US$ 1 per barel mengempiskan defisit bujet sekitar Rp 2 triliun. Jika ada penurunan US$ 5 per barel, defisit bisa berkurang Rp 10 triliun. David Sumual, ekonom Bank Central Asia (BCA), menilai, defisit anggaran yang menciut itu menjadi indikasi anggaran pemerintah lebih produktif.

Selama ini, pemerintah fokus pada subsidi BBM dan belanja rutin. Tapi, pemerintah sekarang memangkas subsidi dan belanja rutin yang tidak perlu. Dengan anggaran yang lebih produktif, APBN bisa berkontribusi lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi. Cuma, pengaruhnya ke ekonomi tergantung besaran anggaran untuk infrastruktur atau belanja modal serta tingkat penyerapannya. Bila pemerintah mampu menyerap anggaran sejak awal tahun, target pertumbuhan ekonomi 5,8% bukanlah angka yang mustahil untuk dicapai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie