APDI: Masuknya daging impor rugikan pedagang kecil



JAKARTA. Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Asnawi mengatakan, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 37 tahun 2016 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan, bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang melarang daging impor masuk ke pasar tradisional. 

Selain itu, masuknya daging impor juga akan merusak tatanan pasar dan membuat para pedagang merugi.

Ia mengatakan, bila permendag ini direalisasikan, siapa yang akan menjadi agen, penjual dan pengecer di pasaran. Kalau pengecernya diserahkan kepada para pedagang daging di pasaran masih masuk akal. 


Kendati begitu, ia menilai, penjualannya tidak signifikan, sebab selama ini konsumen di pasar tradisional lebih suka daging segar ketimbang daging beku. Namun ia meminta agar pedagang tetap dilibatkan dalam distribusi daging impor ini.

Namun, bila pemerintah, melalui BUMN seperti Perum Bulog, PT Berdikari dan PD Dharmajaya melakukan operasi pasar (OP) berpotensi terjadinya kekacauan harga di pasar. Kondisi ini berpotensi menimbulkan gesekan dengan para pedagang daging yang terancam dagangan mereka tidak lancar akibat adanya pemain baru yang mengacak-ngacak harga di pasar.

"Karena itu, masih mungkin kalau penjualan daging impor ini diserahkna pada asosiasi atau pedagang daging di pasaran," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (5/3).

Namun, ia menilai, yang paling diuntungkan dari kebijakan ini adalah penjual daging impor tersebut. Mereka bisa BUMN dan swasta yang mendapatkan jatah dan izin impor serta menjualnya ke pasaran. Selain itu, konsumen yang suka daging beku juga akan merasa diuntungkan karena mendapatkna harga daging yang lebih murah. 

Kendati begitu, Asnawi bilang, yang paling dirugikan kebijakan ini adalah pedagang daging di pasaran yang penjualan mereka berkurang akibat daging beku. Kemudian para pemilik Rumah Potong Hewan (RPH) dimana pembayaran daging tidak lancar lagi.

"Sebab sebagian besar pedagang membayar ke RPH sehari setelah mengambil daging," imbuhnya.

Selain itu para peternak rakyat dan industri peternakan juga menjadi pihak yang dirugikan atas kebijakan ini. Sebab mereka harus bersaing dengan daging impor yang harganya lebih rendah. 

Padahal, selama ini, mereka menjual sesuai dengan biaya produksi. Sebab bagaimana pun harus diakui biaya logistik atau transportasi di Indonesia lebih tinggi, alias tidak seefisien di luar negeri. 

"Untuk itu kami meminta agar pemerintah mengajak pedagang sapi duduk bersama mengenai mekanisme penyaluran daging impor ini," harap Asnawi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan