APEC Mengkritik Kebijakan Proteksi



SINGAPURA. Isu proteksi perdagangan menjadi pembicaraan hangat para pemimpin anggota APEC. Dalam pertemuan di Retreat Session Istana Singapura, Sabtu pekan lalu (14/11), para petinggi anggota APEC mengecam proteksi perdagangan yang marak.

Dalam pertemuan APEC itu, terungkap bahwa saat ini banyak negara menerapkan kebijakan proteksi perdagangan. Untuk itu, APEC berjanji mewujudkan agenda Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang disepakati dalam Putaran Doha, paling lambat pada akhir 2010.

Untuk mempertahankan perdagangan bebas, APEC menolak segala bentuk proteksi, termasuk melalui kebijakan penerapan nilai tukar mata uang.


Pemerintah Amerika Serikat (AS) menuduh, proteksi perdagangan melalui mata uang itu dilakukan China. Negeri adidaya itu menilai, China mengintervensi pasar dengan menyetel rendah kurs yuan terhadap dollar AS.

Suara AS itu diamini oleh negara-negara anggota APEC lainnya. Mereka menilai, produk ekspor China menjadi kompetitif karena terbantu oleh yuan yang murah.

Pemanasan Doha

Presiden AS Barack Obama sempat meminta APEC mencari strategi baru untuk menyeimbangkan perekonomian dunia. Obama menilai, kebijakan proteksi perdagangan sudah tidak relevan lagi.

Obama juga menilai, proteksi perdagangan merupakan ancaman utama bagi pemulihan ekonomi global. Pernyataan Obama ini terdengar ironis mengingat pemerintahan AS saat ini juga sangat pro terhadap produk dalam negeri.

Presiden Meksiko Felipe Calderon, ikut mengutuk kebijakan proteksi. "Proteksionisme membunuh banyak perusahaan di wilayah Amerika Utara," kata Calderon.

Suara-suara yang pro perdagangan bebas di APEC akhirnya berbuah manis. Para pemimpin APEC, akhir pekan lalu, menyepakati perjanjian yang mendukung konsep perdagangan berorientasi ke pasar. Pimpinan APEC juga sepakat menggenjot paket stimulus hingga pemulihan global tercapai.

Pertemuan di Singapura itu menjadi semacam ajang pemanasan bagi ke-21 pemimpin APEC menjelang pertemuan lanjutan Putaran Doha, tahun depan. Mereka berniat menjadi motor menolak semua bentuk proteksi perdagangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan