KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI), Jakfar Sodikin, menegaskan pentingnya peningkatan teknologi di sektor pengolahan garam untuk memenuhi target pemerintah mengurangi impor garam industri hingga lebih dari 500.000 ton pada 2025. Hal ini menjadi tantangan besar mengingat garam rakyat saat ini masih berfungsi sebagai bahan baku yang memerlukan proses pengolahan lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan spesifik industri. “Garam rakyat itu bahan baku, dan agar sesuai kebutuhan industri seperti aneka pangan atau kimia, harus melalui pengolahan di
washing plant dengan teknologi canggih. Kalau teknologinya masih ‘ala kadarnya’, sulit menghasilkan garam dengan NaCl tinggi yang dibutuhkan industri,” ujar Jakfar kepada KONTAN, Kamis (21/11).
Menurut Jakfar, salah satu contoh teknologi pengolahan canggih yang sudah digunakan di Indonesia adalah
mechanical vapor recompression (MVR) oleh PT Unichem, yang mampu menghasilkan garam dengan kadar NaCl hingga 99,2% meskipun menggunakan bahan baku garam rakyat berkualitas rendah. Namun, teknologi seperti ini masih jarang diadopsi oleh perusahaan nasional lainnya.
Baca Juga: Penurunan Laba Emiten Rokok Berlanjut, Kebijakan Cukai Dinilai Efektif Tekan Produksi “Kami mendorong agar perusahaan nasional di sektor pengolahan garam meningkatkan teknologi mereka. Ini langkah cepat untuk memastikan garam rakyat bisa diserap lebih banyak oleh industri pengguna,” tambahnya. Selain peningkatan teknologi di sektor pengolahan, APGRI bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga tengah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi di sektor hulu. Program ini mencakup penataan ulang
layout tambak garam, penggunaan
high-density polyethylene (HDPE), dan perbaikan manajemen air, yang selama ini menjadi salah satu kelemahan utama petambak garam. “Kami siap bekerja sama dengan KKP untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam rakyat. Tapi, peran aktif pemerintah sangat diperlukan, terutama dalam mendukung infrastruktur dan memberikan subsidi teknologi bagi petani,” jelas Jakfar. Dalam mendukung implementasi Perpres No. 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional, APGRI juga menyambut baik upaya pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk mempertemukan koperasi petani garam dengan industri pengguna. Pada 2024, Kemenperin kembali menggelar penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) untuk memastikan penyerapan garam rakyat oleh berbagai sektor, termasuk industri makanan, farmasi, dan kimia. Namun, Jakfar mengingatkan bahwa keberhasilan ini tidak hanya bergantung pada MoU semata. “Harus ada komitmen dari semua pihak. Industri pengguna garam perlu mulai mengurangi ketergantungan pada impor secara bertahap, misalnya dengan mencampur garam lokal sebanyak 5-7% untuk uji coba kualitas,” katanya. APGRI berharap pemerintah terus memberikan dukungan nyata, baik dalam bentuk pendampingan teknis, subsidi, maupun pengawasan terhadap tata kelola pergaraman nasional. Selain itu, pengawasan yang lebih ketat juga diperlukan agar implementasi kebijakan ini tidak hanya menjadi
gimmick belaka. “Jika sektor pengolahan garam diperbaiki dan petambak mendapat dukungan yang memadai, kita optimis target penyerapan garam lokal untuk industri bisa tercapai. Ini bukan hanya soal mengurangi impor, tapi juga memberdayakan petambak garam dalam negeri,” pungkas Jakfar.
Baca Juga: Kemenperin Kembali Fasilitasi MoU Petambak Garam-Industri agar Garam Rakyat Terserap Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati