JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) sepakat menjalin kerjasama untuk penguatan sosial dalam pengelolaan gambut berkelanjutan. Langkah ini penting sebab untuk mencegahnya terbakar, lahan gambut harus dikelola dalam kesatuan lanskap ekosistem. Penandatangan Nota Kesepahaman antara UGM-APHI tentang Penguatan Sosial Untuk Mendukung Perbaikan Tata Kelola Lahan Gambut Di Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Sekitarnya dilakukan di Kampus UGM, Bulaksumur Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (15/7).
Nota Kesepahaman diteken oleh Rektor UGM Dwikorita Karnawati dan Ketua Umum APHI Sugiono. Dwikora bilang, pihaknya belajar dari bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2015, perbaikan tata kelola lahan gambut menjadi prioritas penting saat ini. "Dan harus dilakukan secara paralel dengan rekayasa sosial karena kompleksnya permasalahan yang dihadapi,” kata Dwikorita dalam keterangan tertulis, Jumat (15/7). Ia menjelaskan, pada tahun 2015 terjadi bencana karhutla yang mencapai areal seluas 2,1 juta hektare. Data dari Global Forest Watch (2015) menunjukkan sekitar 24% kebakaran ini terjadi di lokasi pemegang izin pemanfaatan hutan, 20 % terjadi areal izin perkebunan dan 56 % terjadi di luar pemegang izin/areal belum ada peruntukan (open access). Dari total luas areal yang terbakar tersebut, kebakaran di lahan gambut memang hanya 30% atau sekitar 618.000 hektare. Meski demikian telah menimbulkan bencana asap yang mengganggu kesehatan masyarakat dan perekonomian nasional, bahkan berdampak pada hubungan regional. Menurut Dwikorita, penguatan sosial menjadi instrumen penting karena lahan gambut sesungguhnya tidak bisa dikelola secara parsial dalam bentuk satuan unit pengelolaan, tetapi harus dalam satuan landskap ekosistem. “Inisiatif sektor usaha kehutanan untuk mendorong penguatan sosial sebagai basis pendekatan kolaborasi para pihak dapat menjadi model pengelolaan lahan gambut,” tambah Dwikorita. Pada kesempatan yang sama, Sugiono menyatakan APHI telah melakukan konsolidasi dengan anggotanya untuk mencegah terjadinya kebakaran di tahun-tahun mendatang, antara lain melalui penyiapan sistem tanggap dini kebakaran hutan dan lahan, dan upaya perbaikan tata kelola lahan gambut.
Selain itu, pemenuhan sarana prasarana pengendalian karhutla, pemberdayaan masyarakat dan penguatan koordinasi dengan Tim Satgas Karhutla baik di Pusat maupun di Daerah. “Upaya anggota APHI untuk memperbaiki tata kelola lahan gambut akan berjalan efektif jika didukung para pihak, khususnya masyarakat yang berada di sekitarnya, sehingga penguatan sosial menjadi sebuah keniscayaan,”kata Sugiono. Sugiono berharap, implementasi Nota Kesepahaman antara UGM dengan APHI dapat menghasilkan masukan-masukan yang konstruktif bagi perbaikan tata kelola lahan gambut di Indonesia, untuk mendukung pengelolaan gambut secara lestari dan memberikan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat di sekitarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan