APHI dorong pendekatan agroforesty usaha minyak atsiri



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) tengah mendorong anggotanya untuk melakukan pendekatan agroforestry atau pola penanaman campuran antara tanaman kayu dan tanaman non kayu sebagai salah satu bentuk konfigurasi bisnis baru kehutanan.

Indroyono Soesilo, Ketua Umum APHI mengatakan, lamanya masa panen kayu Hutan Tanaman Industri (HTI), optimalisasi dan peningkatan produktivitas lahan melalui kegiatan yang menghasilkan pendapatan antara menjadi perhatian APHI saat ini. Dia menambahkan, usaha minyak atsiri menjadi salah satu usaha yang potensial dikembangkan di areal HTI.

“Sesuai ketentuan, dari areal izin HTI seluas sekitar 10 juta hektare (ha), terdapat areal sekitar 20% dari areal izin atau kurang lebih 2 juta ha, yang dapat digunakan untuk budidaya tanaman penghasil minyak atsiri dengan pola agroforestry,” ujar Indroyono dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Selasa (24/4).   Indroyono menambahkan, pengembangan usaha minyak atsiri sekaligus menjadi bagian dari upaya meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar areal konsesi melalui kegiatan kemitraan antara perusahaan dengan masyarakat.  Apalagi, menurut Indroyono, mata rantai usaha minyak atsiri yang meliputi usaha budidaya, penyulingan dan pemasaran dengan teknologi yang sederhana, menjadi peluang usaha yang mampu melibatkan masyarakat secara luas.


APHI menggandeng Dewan Atsiri Indonesia (DAI). Ketua Umum DAI, Robertus J. Gunawan menjelaskan, beberapa jenis tanaman penghasil minyak atsiri yang biasa ditemui di kawasan hutan antara lain kayu putih, kenanga, ylang-ylang, masoi, gaharu, nilam dan seraiwangi.  “Dari jenis-jenis tersebut, yang saat ini menjadi tren dan bisa dijadikan sebagai cash crop untuk diintegrasikan dengan tanaman hutan adalah seraiwangi,” tutur Robertus.     Menurut Robertus, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri seraiwangi yang cukup besar di dunia,  yang dikenal dengan nama Java citronella oil. Indonesia menempati posisi ketiga sebagai produsen minyak seraiwangi, setelah China dan Taiwan.   “Dari kebutuhan dunia 2.000 ton-2.500 ton per tahun, saat ini China menyuplai 1.500 ton-2.000 ton per tahun, sedangkan Indonesia baru mampu memasok 450 ton-650 ton per tahun,” tambah  Robertus.

Robertus membeberkan seraiwangi banyak digunakan sebagai bahan baku industri sabun, kosmetik, parfum, pasta gigi dan obat-obatan. Bahkan, minyak seraiwangi juga digunakan sebagai pestisida nabati seperti fungisida, bakterisida, insektisida dan nematisida, bahkan saat ini telah dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai bioadditive untuk bahan bakar berbasis minyak bumi (BBM) dan bahan bakar nabati (BBN).

Robertus optimistis, kerjasama APHI dan DAI akan berkontribusi untuk mendukung peningkatan ekspor minyak atsiri Indonesia ke pasar dunia, terlebih karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif berupa sumber daya lahan hutan yang sangat potensial untuk pengembangkan usaha minyak atsiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi