KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri tekstil nasional nampaknya masih harus menghadapi sejumlah tantangan hingga penghujung tahun 2023. Jemmy Kartiwa Sastraatmadja sebagai Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan tantangan pelaku industri tekstil di Indonesia berasal dari luar negeri. “Kondisi Global masih tidak baik. Mau dari Europe, maupun USA (Amerika),” katanya saat dihubungi Kontan, Selasa (22/08).
Ini ungkap Jemmy tercermin dari keputusan bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunga menjadi 5,5%. “Dan ini ada kemungkinan akan menaikkan 1 kali lagi,” tambahnya.
Baca Juga: Kinerja Mayoritas Emiten Tekstil Anjlok, Begini Tanggapan APSyFI Selain itu, ekspor tekstil Indonesia masih lemah. Dengan eksport yang lemah, membuat Negara eksportir menyisir negara yang dinilai lemah
trade barrier-nya atau negara yang dinilai memiliki penghalang berupa kebijakan suatu negara yang rendah dalam hal ini, di sektor tekstil. “Ya, contoh jelasnya China yang masih banyak membanjiri
market dalam negeri kita,” ungkapnya. Jemmy menambahkan asosiasi ingin pemerintah lebih serius untuk memperketat aturan masuknya barang impor. Ia juga menjelaskan, kondisi ‘lesu’ ini baru akan mulai membaik di Q-3 tahun 2024 mendatang. Sebelumnya, di awal Juli 2023 Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, industri tekstil nasional masih menderita jika dibandingkan perkembangannya dengan sektor Industri lain. Berdasarkan catatan Kontan, Adie Rochmanto Pandiangan, Direktur Industri, Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin menyebut, industri tekstil, khususnya untuk produk pakaian jadi sebenarnya sudah mulai memperlihatkan perbaikan kinerja akhir-akhir ini. Dalam catatan Kemenperin, volume ekspor pakaian jadi meningkat secara bulanan dari 21,9 juta ton pada April 2023 menjadi 32,5 juta ton pada Mei 2023. Dari sisi nilai, ekspor pakaian jadi tumbuh dari US$ 480,2 juta pada April 2023 menjadi US$ 700,7 juta.
Baca Juga: Kinerja Sri Rejeki Isman (SRIL) Turun pada Semester I, Ini Penjelasan Manajemen “Ada celah untuk ekspor pakaian jadi ke pasar Amerika Serikat dengan memanfaatkan situasi perang dagang,” ujar dia dalam paparan IKI Juni 2023 di Gedung Kemenperin, Selasa (27/6). Selain itu, kinerja industri tekstil, terutama pakaian jadi, juga terkerek oleh permintaan pasar domestik yang meningkat, terutama untuk pakaian sekolah seiring bergantinya tahun ajaran pendidikan.
Para peritel pakaian jadi pun berlomba-lomba untuk menghabiskan stok produknya yang tersisa dari musim Lebaran Idul Fitri lalu menuju libur sekolah. Sayangnya, industri tekstil masih diliputi oleh ancaman barang impor, sehingga mereduksi efek peningkatan permintaan di dalam negeri. Adie menyebut, impor pakaian jadi pada Mei 2023 mencapai 133.000 ton atau naik dari realisasi impor bulan sebelumnya sebesar 106.000 ton. Kondisi demikian mengakibatkan sebagian stok pakaian jadi yang dimiliki para produsen tekstil lokal tidak terserap maksimal di pasar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .