KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) buka suara terkait kenaikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% yang menyasar barang mewah di tahun depan. Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani menilai kenaikan PPN 12% untuk barang premium hanya menjadi dalih pemerintah. Padahal, menurutnya kenaikan pungutan ini akan berdampak kepada produk termasuk jasa. "Saya rasa itu bukan bahan premium, karena hampir semua produk kena 12% kecuali bahan pokok sembako dan lainnya," kata Shinta pada awak pers dijumpai usai Outlook Ekonomi 2025, di Jakarta, Kamis (19/12).
Baca Juga: Ada Kenaikan PPN dan UMP, Pemerintah Perlu Beri Insentif Tambahan Shina menegaskan kenaikan tarif PPN yang akan dimulai pada awal tahun depan akan berdampak secara menyeluruh bukan hanya kepada dunia usaha. Pasalnya, barang yang akan dikecualikan hanyalah bahan sembako seperti pangan. Namun, selebihnya dipastikan terdampak kebijakan ini. "Bahwa disebut pengenaaan untuk barang mewah atau premium itu bisa saja, tapi semua jenis barang dan jasa ini terkena (kenaikan)," jelasnya. Menurut Shinta pemerintah perlu mencemati dampak dari kebijakan ini secara menyeluruh. Apalagi ada data bahwa jumlah kelas menengah terus menurun dari 57,33 juta orang pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta orang di tahun 2024. Padahal kelas menengah Indonesia berperan penting dalam mendongkrak konsumsi nasional. Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk kelas menengah dan menuju kelas menengah di Indonesia pada tahun 2024 sebanyak 66,35% dari total penduduk Indonesia. Nilai konsumsi pengeluaran dari kedua kelompok tersebut mencakup 81,49% dari total konsumsi masyarakat. "Kondisi ini tentu akan diperparah dengan rencana kenaikan PPN menjadi 12% per 1 Januari 2025, yang diperkirakan akan menambah tekanan pada daya beli masyarakat," jelasnya. Sebelumnya, pemerintah mengumumkan tarif Pajak pertambahan Nilai (PPN) 12% tetap berlaku pada 1 Januari 2025. PPN 12% berlaku untuk barang tertentu. Baca Juga: Ada Kenaikan PPN dan UMP, Pemerintah Perlu Beri Insentif Tambahan Ekonom menganalisa PPN 12% lebih banyak menghasilkan dampak negatif dibandingkan sisi positifnya. Konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tertekan kebijakan tersebut. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, terdapat kebijakan PPN 12% yang akan dikenakan khusus untuk barang mewah yang sebelumnya dibebaskan PPN. Penyesuaian tarif PPN akan dikenakan bagi barang dan jasa yang dikategorikan mewah dan dikonsumsi masyarakat mampu. Barang-barang tersebut di antaranya, kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan yang berstandar internasional yang berbayar mahal. “Kita juga perlu untuk sedikit memperbaiki agar dalam hal ini azas gotong royong dan keadilan tetap terjaga, yaitu kelompok yang masuk dalam golongan yang dikonsumsi oleh desil 10 yaitu desil paling kaya desil 9-10 kita akan berlakukan pengenaan PPN-nya,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (16/12). Baca Juga: Tak Ada Lompatan, Apindo Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan Masih 5,2% Sri Mulyani mencontohkan, makanan mewah yang premium seperti daging sapi wagyu atau kobe yang harganya kisaran Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta per kilogram. Sementara itu, daging yang dinikmati masyarakat secara umum berkisar antara Rp 150.000-Rp 200.000 per kilogram tidak dikenakan PPN. Untuk sekolah premium, tarif PPN 12% akan dikenakan pada sekolah-sekolah yang biaya pembayarannya mencapai ratusan juta.