KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah ancaman resesi tahun depan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih akan memberikan insentif pajak di tahun depan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 anggaran yang disiapkan adalah senilai Rp 41,5 triliun. Namun sayangnya, Kemenkeu belum memerinci sektor apa saja yang akan mendapatkan insentif pajak di tahun depan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa insentif-insentif terkait penanganan covid-19 di tahun depan bisa dilakukan evaluasi bertahap, sehingga bergantung pada apakah Indonesia akan beralih status dari pandemi menjadi endemi.
"Mungkin tidak akan sepenuhnya dibutuhkan tetapi misalnya terkait pengadaan vaksin dan sebagainya masih diperlukan untuk menjaga taraf kesehatan masyarakat," ujar Hariyadi kepada Kontan.co.id, Senin (17/10).
Baca Juga: Resesi di Depan Mata, Ekonom Sarankan Sektor Ini Menerima Insentif Pajak Tahun Depan Sementara, menurutnya, pemerintah masih perlu memberikan insentif perpajakan di tahun depan kepada sektor penopang pertumbuhan ekonomi, misalnya saja sektor UMKM, sektor pariwisata, sektor otomotif, hingga sektor properti. Selain itu,
tax allowance dan
tax holiday juga masih menjadi daya tarik bagi investor. "Tahun ini dan tahun depan, kita masih berada di tengah ketidakpastian global. Tensi geopolitik yang masih tinggi, harga pangan yang melonjak, kenaikan suku bunga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi," katanya. Hanya saja dirinya menilai, ancaman resesi di tengah ketidakpastian global tidak hanya bisa diatasi dengan insentif perpajakan saja. Meski begitu, pemberian insentif pajak dapat membantu sektor-sektor yang akan terdampak ancaman resesi di tahun depan. Untuk itu, menurut Hariyadi, pemberian insentif perpajakan nantinya bisa disesuaikan untuk sektor-sektor yang berpotensi mengalami tekanan akibat ketidakpastian global di tahun depan. Sementara itu, Ketua Kebijakan Publik Apindo Sustrisno Iwantono menilai, apabila Indonesia mengalami resesi di tahun depan, maka daya beli masyarakat akan sangat terdampak. Hal ini dikarenakan harga-harga akan mengalami kenaikan dikarenakan inflasi yang tinggi. "Kalau inflasi, penghasilan dari masyarakat itu berkurang dan yang terkena adalah kelompok-kelompok usaha menengah bawah, sehingga yang perlu diberikan insentif adalah usaha kecil dan usaha menengah. Tidak tergantung pada sektornya apa," ujar Sustrisno kepada Kontan.co.id, Senin (17/10).
Baca Juga: Resesi Mengancam, Bos BRI Tegaskan Komitmen Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional Selain itu, Sustrisno menilai bahwa sektor perumahan masih perlu diberikan insentif mengingat bahwa sektor perumahan juga akan terdampak resesi di tahun depan. Hanya saja, pemberian insentif tersebut harus tepat sasaran. "Perumahan kan pasti terkena dampak, karena orang-orang beli rumah pasti pakai pinjaman bank kan. Sementara suku bunga kita kan naik, sehingga sektor perumahan perlu di berikan insentif. Tetapi bukan pengembangnya ya, tetapi rakyat-rakyat kecil," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .