KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan non tariff barrier yang akan diterapkan pemerintah untuk menahan guyuran impor diperlukan pemetaan yang tepat terhadap produksi nasional. Khususnya pada barang yang membutuhkan bahan baku impor seperti kapas dan sol. Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan, terkait kebijakan non tariff barrier yang akan diterapkan, pemerintah harus melakukan pemetaan yang pada barang-barang produksi nasional. "Terkait hal ini pemerintah tidak bisa sembarangan ,perlu pemetaan yang tepat terhadap produksi nasional, khususnya barang apa saja yang bisa kita produksi secara kompetitif di dalam negeri," ujar Shinta pada Kontan.co.id. Senin (30/7).
Ia juga bilang, dalam melakukan pemetaan terhadap barang-barang produksi nasional, Pemerintah juga harus memperhatikan pemetaan nilai pasok untuk bahan baku produksi dalam negeri yang dianggap penting, seperti Kapas dan Sol, karena jangan sampai membuat kebijakan yang kontraproduktif terhadap tujuan awal untuk meningkatkan nilai tambah pada ekspor. "Indonesia juga tidak punya pemetaan terhadap supply chain dari produk-produk yang kita produksi. Pemetaan nilai pasok ini sangat penting karena jangan sampai kontraproduktif terhadap keinginan kita untuk meningkatkan ekspor bernilai tambah yang bahan bakunya masih kita butuhkan dari negara lain. Bahkan untuk ekspor unggulan kita seperti tekstil dan alas kaki pun masih membutuhkan impor, seperti kapas dan sol. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk melakukan pemetaan ini,” jelasnya. Selain pemetaan, pemerintah juga perlu mengintensifkan dialog dengan pebisnis melalui Public-Private Dialogue, karena selama ini pemerintah hanya melakukan konsultasi pemerintah bila ada isu atau ada tantangan saja, padahal dialog secara berkelanjutan dengan sektor-sektor bisnis utama sangat diperlukan. Shinta menambahkan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah saat ini Indonesia sedang dan akan melakukan negosiasi perdagangan dengan negara lain . Oleh karena itu jangan sampai dengan adanya kebijakan ini justru membatasi pergerakan dari mitra dagang Indonesia.