JAKARTA. Rencana pemerintah menaikkan sejumlah harga energi seperti bahan Bakar Minyak (BBM), gas, dan Tarif dasar Listrik (TDL) dinilai terlalu lama. Bahkan untuk rencana kenaikan harga gas jenis 12 kg saja urung dilakukan Pemerintah pada hari Senin, (22/4). Sementara untuk harga BBM bersubsidi seperti solar dan premium, hingga kini Pemerintah belum juga mengesahkan rencana tersebut. Padahal rencana tersebut sudah diungkap ke publik sejak beberapa pekan terakhir. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi lambatnya keputusan kenaikan harga tersebut berdampak buruk terhadap pasar, karena menimbulkan ketidakpastian di pasar. Akibatnya, saat ini banyak pengusaha yang sudah mulai menahan penjualan barang-barangnya, menunggu harga energi diputuskan naik. Sofyan bilang aksi spekulasi dari para pengusaha tersebut berakibat pada proses bisnis tidak berjalan normal seperti biasanya. "Siapa pun bisa melihat dan merasakan sejumlah barang sudah mulai langka di pasar, misalnya saja solar bersubsidi," katanya, Selasa (23/4) di Jakarta. Oleh karena itu, Sofyan bilang Pemerintah harus tegas apakah akan menaikkan harga atau tidak. Menurutnya, Pemerintah tidak punya alasan lagi untuk menunggu penetapan kenaikan harga-harga energi tadi. Bila tidak segera direspons oleh Pemerintah, tidak menutup kemungkinan, banyaknya aksi spekulasi yang dilakukan bisa membuat harga-harga kebutuhan di pasar mengalami kenaikan. Ia memperkirakan, tingkat inflasi juga bisa kembali naik bila hal ini tidak segera diambil tindakan oleh Pemerintah. Apalagi, kalau mengingat tujuan dinaikkannya harga-harga tersebut untuk melindungi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) agar tidak jebol, karena subsidi energi yang sudah sangat tinggi. Semakin cepat kenaikan harga diputuskan akan semakin baik dampaknya bagi perekonomian negara, begitu pun juga dunia usaha. Sementara itu, rencana kenaikan harga premium bersubsidi sebesar Rp 6.500 per liter bagi mobil berpelat hitam, Apindo melihat hal itu tidak akan berjalan efektif bisa mengurangi dampak defisit neraca keuangan Pemerintah. Menurutnya, dengan kenaikan harga itu hanya bisa menghemat sebesar Rp 20 triliun. Sehingga tidak sebanding dengan defisit yang kemungkinan terjadi bila tidak dilakukan pengurangan subsidi yang mencapai Rp 300 triliun. Apindo juga melihat, akibat dari pemberlakuan dua harga itu justru akan menambah beban baru untuk melakukan pengawasan di proses penjualan BBM.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Apindo: Keputusan harga energi terlalu lama
JAKARTA. Rencana pemerintah menaikkan sejumlah harga energi seperti bahan Bakar Minyak (BBM), gas, dan Tarif dasar Listrik (TDL) dinilai terlalu lama. Bahkan untuk rencana kenaikan harga gas jenis 12 kg saja urung dilakukan Pemerintah pada hari Senin, (22/4). Sementara untuk harga BBM bersubsidi seperti solar dan premium, hingga kini Pemerintah belum juga mengesahkan rencana tersebut. Padahal rencana tersebut sudah diungkap ke publik sejak beberapa pekan terakhir. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi lambatnya keputusan kenaikan harga tersebut berdampak buruk terhadap pasar, karena menimbulkan ketidakpastian di pasar. Akibatnya, saat ini banyak pengusaha yang sudah mulai menahan penjualan barang-barangnya, menunggu harga energi diputuskan naik. Sofyan bilang aksi spekulasi dari para pengusaha tersebut berakibat pada proses bisnis tidak berjalan normal seperti biasanya. "Siapa pun bisa melihat dan merasakan sejumlah barang sudah mulai langka di pasar, misalnya saja solar bersubsidi," katanya, Selasa (23/4) di Jakarta. Oleh karena itu, Sofyan bilang Pemerintah harus tegas apakah akan menaikkan harga atau tidak. Menurutnya, Pemerintah tidak punya alasan lagi untuk menunggu penetapan kenaikan harga-harga energi tadi. Bila tidak segera direspons oleh Pemerintah, tidak menutup kemungkinan, banyaknya aksi spekulasi yang dilakukan bisa membuat harga-harga kebutuhan di pasar mengalami kenaikan. Ia memperkirakan, tingkat inflasi juga bisa kembali naik bila hal ini tidak segera diambil tindakan oleh Pemerintah. Apalagi, kalau mengingat tujuan dinaikkannya harga-harga tersebut untuk melindungi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) agar tidak jebol, karena subsidi energi yang sudah sangat tinggi. Semakin cepat kenaikan harga diputuskan akan semakin baik dampaknya bagi perekonomian negara, begitu pun juga dunia usaha. Sementara itu, rencana kenaikan harga premium bersubsidi sebesar Rp 6.500 per liter bagi mobil berpelat hitam, Apindo melihat hal itu tidak akan berjalan efektif bisa mengurangi dampak defisit neraca keuangan Pemerintah. Menurutnya, dengan kenaikan harga itu hanya bisa menghemat sebesar Rp 20 triliun. Sehingga tidak sebanding dengan defisit yang kemungkinan terjadi bila tidak dilakukan pengurangan subsidi yang mencapai Rp 300 triliun. Apindo juga melihat, akibat dari pemberlakuan dua harga itu justru akan menambah beban baru untuk melakukan pengawasan di proses penjualan BBM.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News