JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Komisi VI DPR RI tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha kembali menimbulkan kontra. Pasal-Pasal yang terkandung di dalam RUU tersebut dianggap tidak didefinisikan dengan jelas. Salah satu pasal yang dipertanyakan ialah pasal 72. Dalam pasal 72 yang mengatur tentang ketentuan investigasi yang boleh dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan KPPU berwenang melakukan investigasi dengan alat bukti petunjuk antara lain alat bukti ekonomi (economic evidence) dan alat bukti komunikasi (communication evidence). Alat bukti yang masih menimbulkan interpretasi lain bisa menimbulkan asumsi KPPU mempunyai kekuasaan yang menggurita. Ketua Tim Ahli Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono menilai beberapa hal dalam revisi UU itu belum jelas tolok ukurnya. Kewenangan KPPU untuk investigasi dengan alat bukti komunikasi tersebut dikhawatirkan menimbulkan interpretasi penyadapan oleh KPPU. Hal ini jelas menjadi hal yang mengkhawatirkan iklim usaha di Indonesia. Menurutnya, pasal tentang kewenangan investigasi harus dijelaskan dengan gamblang. Jangan sampai KPPU diberikan kewenangan untuk menyadap ataupun menggeledah alat komunikasi atau sistem komunikasi perusahaan maupun investor. "Memeriksa alat komunikasi itu seperti apa, berarti kan tidak jelas. Jika seperti itu menimbulkan interpretasi yang kabur karena tidak ada kepastian hukum disitu," kata Sutrisno kepada KONTAN, Selasa (16/5). Ia menyatakan, jika dunia bisnis di Indonesia terlalu banyak aturan yang belum gamblang bisa berdampak pada investasi yang sudah maupun akan hadir. Dia mengkhawatirkan jika pebisnis tidak berdaya menghadapi situasi yang ada, bisa berdampak pada penundaan maupun penundaan investasi. "Itu akan kontra produktif pada ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Pilihannya berisiko rendah, atau tidak berisiko," ujar Sutrisno. Sementara itu, dia bilang masih menunggu langkah pemerintah yang akan diambil untuk keputusan RUU ini. Dia berjanji akan menempuh jalur resmi ke pemerintah agar pemerintah bisa mempertimbangkan usulan mereka tentang dampak negatif dari RUU ini. "Tentu kita akan tempuh secara resmi, harapannya revisi ini bisa mendukung kontribusi pertumbuhan ekonomi kita bukan sebaliknya," tegas Sutrisno.
Apindo minta pasal RUU Monopoli diperjelas
JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Komisi VI DPR RI tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha kembali menimbulkan kontra. Pasal-Pasal yang terkandung di dalam RUU tersebut dianggap tidak didefinisikan dengan jelas. Salah satu pasal yang dipertanyakan ialah pasal 72. Dalam pasal 72 yang mengatur tentang ketentuan investigasi yang boleh dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan KPPU berwenang melakukan investigasi dengan alat bukti petunjuk antara lain alat bukti ekonomi (economic evidence) dan alat bukti komunikasi (communication evidence). Alat bukti yang masih menimbulkan interpretasi lain bisa menimbulkan asumsi KPPU mempunyai kekuasaan yang menggurita. Ketua Tim Ahli Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono menilai beberapa hal dalam revisi UU itu belum jelas tolok ukurnya. Kewenangan KPPU untuk investigasi dengan alat bukti komunikasi tersebut dikhawatirkan menimbulkan interpretasi penyadapan oleh KPPU. Hal ini jelas menjadi hal yang mengkhawatirkan iklim usaha di Indonesia. Menurutnya, pasal tentang kewenangan investigasi harus dijelaskan dengan gamblang. Jangan sampai KPPU diberikan kewenangan untuk menyadap ataupun menggeledah alat komunikasi atau sistem komunikasi perusahaan maupun investor. "Memeriksa alat komunikasi itu seperti apa, berarti kan tidak jelas. Jika seperti itu menimbulkan interpretasi yang kabur karena tidak ada kepastian hukum disitu," kata Sutrisno kepada KONTAN, Selasa (16/5). Ia menyatakan, jika dunia bisnis di Indonesia terlalu banyak aturan yang belum gamblang bisa berdampak pada investasi yang sudah maupun akan hadir. Dia mengkhawatirkan jika pebisnis tidak berdaya menghadapi situasi yang ada, bisa berdampak pada penundaan maupun penundaan investasi. "Itu akan kontra produktif pada ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Pilihannya berisiko rendah, atau tidak berisiko," ujar Sutrisno. Sementara itu, dia bilang masih menunggu langkah pemerintah yang akan diambil untuk keputusan RUU ini. Dia berjanji akan menempuh jalur resmi ke pemerintah agar pemerintah bisa mempertimbangkan usulan mereka tentang dampak negatif dari RUU ini. "Tentu kita akan tempuh secara resmi, harapannya revisi ini bisa mendukung kontribusi pertumbuhan ekonomi kita bukan sebaliknya," tegas Sutrisno.