JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai penerapan sistem otonomi daerah yang dilakukan sejak era reformasi dimulai, telah membuat ekonomi Indonesia terpuruk. Hal tersebut disebabkan karena berbagai kebijakan yang dipegang oleh setiap daerah dilakukan dengan sewenang-wenang. "Setelah reformasi tahun 1998, demokrasi dan otonomi diterapkan, ekonomi Indonesia terpuruk. Kalau harusnya ekonomi tumbuh 8-9%, sekarang cuma 6-7%. Jadi 2% dikorbankan," ujar Sofjan dalam dalam Diskusi bertajuk "Pilkada dalam Konteks Otonomi Daerah" di Jakarta, Jumat (8/11).Pemimpin-pemimpin di daerah, lanjut Sofjan, sering membuat peraturan seenaknya yang menguntungkan pihaknya. Akibatnya, pengusaha dan rakyat pun menjadi pihak yang dirugikan."Peraturan daerah itu selalu dimanfaatkan, kalau mereka tidak suka dibuat seperti ini, kalau mereka tidak suka, dibuat seperti itu," lanjut Sofjan.Sofjan pun membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan negara lain. Vietnam yang merdeka setelah Indonesia, ujar Sofjan, memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari Indnesia."Negara kita ini terlalu sibuknya berdemokrasi, berotonomi, akibatnya gagal dalam mengurus ekonominya," jelas dia. Solusinya, lanjut Sofjan, tidaklah harus merombak habis sistem otonomi dan menggantinya dengan sistem yang lain. Menurutnya, sistem otonomi masih banyak juga mengandung hal-hal yang positif. Oleh karena itu, perbaikan seperti pengetatan pengawasan, sistem otonomi masih bisa diperbaiki. "Misalnya, 25.000 dari 27.000 peraturan daerah kita harusnya dicabut karena melanggar. Kita sudah laporkan itu ke pemerintah pusat, tapi sepertinya mereka enggak ada waktu untuk melakukan pengecekan," pungkasnya.(Ihsanuddin/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Apindo: Otonomi daerah bikin ekonomi RI terpuruk
JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai penerapan sistem otonomi daerah yang dilakukan sejak era reformasi dimulai, telah membuat ekonomi Indonesia terpuruk. Hal tersebut disebabkan karena berbagai kebijakan yang dipegang oleh setiap daerah dilakukan dengan sewenang-wenang. "Setelah reformasi tahun 1998, demokrasi dan otonomi diterapkan, ekonomi Indonesia terpuruk. Kalau harusnya ekonomi tumbuh 8-9%, sekarang cuma 6-7%. Jadi 2% dikorbankan," ujar Sofjan dalam dalam Diskusi bertajuk "Pilkada dalam Konteks Otonomi Daerah" di Jakarta, Jumat (8/11).Pemimpin-pemimpin di daerah, lanjut Sofjan, sering membuat peraturan seenaknya yang menguntungkan pihaknya. Akibatnya, pengusaha dan rakyat pun menjadi pihak yang dirugikan."Peraturan daerah itu selalu dimanfaatkan, kalau mereka tidak suka dibuat seperti ini, kalau mereka tidak suka, dibuat seperti itu," lanjut Sofjan.Sofjan pun membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan negara lain. Vietnam yang merdeka setelah Indonesia, ujar Sofjan, memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari Indnesia."Negara kita ini terlalu sibuknya berdemokrasi, berotonomi, akibatnya gagal dalam mengurus ekonominya," jelas dia. Solusinya, lanjut Sofjan, tidaklah harus merombak habis sistem otonomi dan menggantinya dengan sistem yang lain. Menurutnya, sistem otonomi masih banyak juga mengandung hal-hal yang positif. Oleh karena itu, perbaikan seperti pengetatan pengawasan, sistem otonomi masih bisa diperbaiki. "Misalnya, 25.000 dari 27.000 peraturan daerah kita harusnya dicabut karena melanggar. Kita sudah laporkan itu ke pemerintah pusat, tapi sepertinya mereka enggak ada waktu untuk melakukan pengecekan," pungkasnya.(Ihsanuddin/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News