Apindo: Perlu labor reform untuk mengejar peluang pertumbuhan industri manufaktur



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 2018 industri manufaktur mengalami perlambatan pertumbuhan bila dibandingkan tahun sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri manufaktur hanya 4,07%, sedangkan tahun 2017 tumbuh 4,74%.

Selain imbas dari perang dagang, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melihat tantangan internal yang menjadi penghambatnya. Salah satunya isu pekerja. "Perlu labor reform, kalau itu kita perbaiki peluang kita besar," jelas Wakil Ketua Umum Kadin Anton J Supit saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (2/2).

Reformasi tersebut, jelas Anton, mulai dari kebijakan pesangon hingga maksimal 30 bulan yang dirasa tidak memberikan insentif bagi yang mau berinvestasi. Hingga upah pekerja yang di rasa tinggi.


Salah satunya upah di Karawang dan sekitarnya yang lebih tinggi bila dibandingkan Johor, Malaysia dan Vietnam. Serta kebijakan yang dirasa kurang komperehensif antara pusat dengan daerah di era otonomi daerah.

"Karena bicara labor tidak semata-mata upah, tapi ada efek cost of labor regulation, jadi ongkos yang timbul karena kebijakan ketenaga kerjaan," jelas dia.

Sehingga, tegas Anton, perlu ada tindakan yang berani dan tegas dari pemerintah untuk mengambil peluang besar pertumbuhan industri manufaktur. Namun, Anton juga mengakui kinerja Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Sekedar info, Kemenperin memiliki target industri manufaktur akan tumbuh sebesar 5,4% sepanjang 2019. Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto optimistis pada tahun 2019 akan terjadi peningkatan nilai investasi di sektor industri manufatur.

Berdasarkan data yang dirilis BKPM, realisasi investasi industri manufaktur pada 2018 mencapai Rp 222,3 triliun. Realisasi investasi terbesar pada penanaman modal dalam negeri (PMDN) di industri makanan senilai Rp 39,1 triliun. Selanjutnya, diikuti industri kimia dan farmasi dengan nilai investasi sebesar Rp 13,3 triliun.

Sedangkan, untuk penanaman modal asing (PMA), sektor industri pengolahan yang investasinya terbesar adalah industri logam dasar, barang logam bukan mesin, dan peralatannya senilai US$ 2,2 miliar. Selain itu, investasi industri kimia dan farmasi senilai US$ 1,9 miliar serta industri makanan sebesar US$ 1,3 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi