Apindo: Tuntutan kenaikan upah buruh bermuatan politis



JAKARTA. Tampaknya penyelesaian atas tuntutan kenaikan upah yang dilakukan para buruh masih akan berlangsung alot. Pasalnya, kedua belah pihak, baik pengusaha maupun buruh, masih belum mencapai kesepakatan. Pihak pengusaha menilai, upah yang diterima buruh saat ini sudah lebih tinggi dibandingkan dengan perhitungan hidup layak para buruh. Sehingga, tuntutan para buruh dinilai tidak berdasar.Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menuturkan, perhitungan upah sudah melalui tahapan survei untuk hidup secara layak. Menurutnya, kenaikan upah yang dituntut buruh hanya bisa dipenuhi oleh beberapa pengusaha yang membukukan keuntungan yang besar. Sedangkan bagi perusahaan yang labor intensive, tuntutan kenaikan upah yang mencapai 30% ini, tidak bisa begitu saja dilakukan.

"Kalau sekarang buruh menuntut yang lebih tinggi lagi, kami juga bingung. Karena kami sudah survei bersama-sama bagaimana hidup layak untuk para buruh," jelas Sofjan, Selasa (17/1).Lanjutnya, tuntutan kenaikan upah yang terbilang tinggi ini pula yang menjadi hambatan masuknya investor asing. Para investor memilih tempat lain untuk berinvestasi, selain Indonesia. Karena, tidak pernah terjadi kenaikan upah buruh di atas 30% dalam satu tahun. "Banyak investor yang khawatir tahun depan akan terjadi kenaikan sebesar itu lagi," ujar Sofjan.Bahkan, dia menilai, tuntutan kenaikan upah buruh ini sebagai politisasi. Pasalnya, tuntutan kenaikan upah buruh kerap terjadi saat akan menjelang pemilihan daerah. Dengan begitu, kata Sofjan, tuntutan ini lebih banyak didasari muatan politisasi ketimbang pertimbangan hidup layak bagi para buruh. "Kami sudah penuhi untuk kebutuhan layak itu. Sekarang juga banyak pemilu seperti pilkada Banten, Bekasi dan Jawa Barat. Jadi kami tidak tahu lagi alasan tuntutan mereka," imbuhnya.Karena itu, pihak Apindo belum memutuskan apakah akan menarik diri atau tidak dari anggota Dewan Pengupahan. Pasalnya, keputusan ini baru akan diputuskan pada tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dupla Kartini