Apkasindo: RSPO demi gusur sawit nasional



JAKARTA. Potensi yang dihasilkan dari kelapa sawit Indonesia dinilai menganggu pengelolaan perkebunan nabati seperti kedelai dan minyak bunga matahari milik negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika. Itu sebabnya, berbagai cara diduga dilakukan untuk menjegal kelapa sawit Indonesia.

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gus Dalhari Harahap mengatakan, guna menjaga kepentingan perkebunannya, negara-negara di Eropa dan Amerika mencoba mengintevensi aturan kelapa sawit Indonesia untuk menerapkan Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO) dan High Conservation Value (HCV).

Padahal Indonesia telah menerapkan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang wajib ke seluruh perusahaan kelapa sawit di Tanah Air. Menurutnya, negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat merasa terganggu hasil perkebunan minyak nabati lain milik mereka, seperti kedelai dan bunga matahari.


"Kelapa sawit di Indonesia areal lahannya kecil namun produktivitasnya tinggi. Sedangkan minyak nabati lainnya di Eropa dan Amerika, lahannya luas tapi produktivitas rendah, bahkan sering rugi," ujar Gus Dalhari Harahap, Kamis (10/11).

Negara-negara di Eropa dan Amerika itu, lanjut Dalhari, ingin harga produksi minyak kedelai maupun bunga mataharinya tetap mahal di level perdagangan global. Selain itu juga terjadi keseimbangan harga antara minyak kelapa sawit dengan kedelai dan bunga matahari.

"Jadi supaya harga produksi perkebunan mereka tidak jatuh sekali. Apalagi sekarang kelapa sawit amat diminati di perdagangan global," imbuhnya.

Lanjut Dalhari, kampanye negatif juga dilakukan negara-negara kawasan Eropa dan Amerika untuk menggusur bisnis kelapa sawit Indonesia di level global. Ada saja yang menggulirkan isunya, soal lingkungan hidup, kebakaran hutan, efek rumah kaca, tidak berkelanjutan dan lainnya. Padahal selama ini petani kelapa sawit Indonesia tidak mengganggu alam. Perkebunan kelapa sawit amat memperhatikan keberlanjutan lingkungan.

Terkait kebijakan moratorium penambahan areal kelapa sawit saat ini, menurut Dalhari, juga cara yang dilakukan negara-negara di Eropa dan Amerika untuk menekan bertambah luasnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia karena khawatir dapat mematikan bisnis kedelai dan minyak bunga matahari. Negara-negara di Eropa dan Amerika coba mengintervensi Pemerintah Indonesia untuk memberlakukan kebijakan tersebut.

Dalhari khawatir, ke depan, korporasi milik negara kawasan Eropa dan Amerika dapat saja menguasai perkebunan kelapa sawit secara keseluruhan bila pemerintah tak serius menyoroti kepentingan mereka.

Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP) merilis, ekspor kelapa sawit Indonesia pada Januari hingga Agustus 2016 mampu menembus ke 26 negara dengan jumlah mencapai 28 juta ton. Kondisi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun 2015, yaitu 13 negara saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini