APKI: Permendag No. 84 Tahun 2019 berpotensi rugikan industri kertas



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) kecewa dengan minimnya sosialisasi kepada pengusaha atas terbitnya Permendag No. 84 tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non B3 sebagai Bahan Baku Industri. Direktur Eksekutif APKI Liana Bratasida menyatakan regulasi baru tersebut akan diberlakukan secara mendadak pada 23 November 2019.

Baca Juga: Minim sosialisasi, Permendag 84/2019 dinilai berpotensi rugikan industri kertas "APKI dan beberapa asosiasi lain sudah menulis tiga sampai empat kali surat ke Pemerintah untuk meminta audiensi, tapi belum kunjung diberi kesempatan bertemu," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (22/11) Liana menjelaskan regulasi ini kemungkinan besar akan memberikan multiplier effect terhadap industri yang bergerak di hilir. Sebab dikeluarkan regulasi ini membuat surveyer dan pelayaran tidak mau kirim impor limbah Non B3 untuk bahan baku ke Indonesia. Sebab ada ketidakjelasan hukum. Kebanyakan mempertanyakan tentang maksud direct shipment. Liana bilang, semua tergantung waktu saja sebab kalau bahan baku sudah habis, perusahaan di industri kertas akan merasakan dampaknya. Ketua APKI, Aryan Warga Dalam menambahkan Permendag tersebut baru disosialisasikan pada 11 November 2019 dan terbatas hanya kepada sektor industri tertentu saja.

Baca Juga: Jaga laju ekspor komoditas andalan, para pengusaha tingkatkan dialog dengan diplomat "APKI baru menerima informasi terkait Permendag pada saat acara FGD KADIN tentang Penumpukan Kontainer Limbah Di Pelabuhan Cukup Direekspor Atau Dilarang Impor, pada Selasa 12 November lalu," jelasnya. Dengan demikian menurut Aryan peraturan tersebut diterbitkan secara tidak transparan dan tidak melalui uji publik. Aryan menyatakan beberapa pasal yang menjadi permasalahan dalam Permendag tersebut meliputi istilah homogen, bersih, ketentuan pengangkutan secara langsung (direct shipment), ketentuan eksportir teregistrasi yang diterbitkan oleh otoritas yang berwenang di negara asal dan lainnya. Aryan menjelaskan pemerintah seharusnya melibatkan seluruh stakeholder sehingga transparan dalam proses penyusunannya serta harus di sosialisasikan terlebih dahulu kepada stakeholder yang akan menerapkannya, sehingga peraturan yang dibuat dapat dilaksanakan pada level operasional dilapangan. Selain itu, Aryan mengatakan diperlukan masa transisi dan persiapan yang optimal dengan memperhatikan berbagai faktor saat ini sehingga tidak menimbulkan kekacauan dilapangan.


Baca Juga: Indah Kiat Pulp and Paper (INKP) menyiapkan Rp 4,30 triliun untuk buyback MTN Sebab dikhawatirkan, kurangnya sosialisasi dapat menyebabkan multiplier effect yang merugikan bagi industri lainnya yang menggunakan bahan dasar kertas industri/kemasan, seperti industri makanan minuman, elektronika, sepatu, furniture dan lain-lain yang memanfaatkan kemasan kertas untuk packaging. Permasalahan skrap kertas daur ulang sebagai bahan baku kertas industri/kemasan akan mempengaruhi ekspor produk kertas yang kontribusinya pada tahun 2018 mencapai USD 4,5 milyar. APKI merupakan wadah organisasi 71 perusahaan industri pulp dan kertas, dengan 48 diantaranya merupakan industri kertas yang menggunakan bahan baku kertas  daur ulang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini