APLI mulai produksi PET akhir September



JAKARTA. PT Asiaplast Industries Tbk (APLI) mulai mengeksekusi rencana diversifikasi usahanya. Produsen plastik ini akan mulai memproduksi polyethylene terephthalate (PET) akhir September nanti. PET adalah bahan kimia yang sering dipakai sebagai bahan baku serat sintetik dan kemasan makanan.

APLI menargetkan bisa memproduksi PET sebanyak 250 ton per bulan. Hasil produksi perusahaan ini nantinya akan dipasarkan di segmen lokal, terutama untuk memenuhi permintaan industri kemasan dan ritel.

Roefie Soeandy, Direktur APLI, menuturkan persiapan memproduksi PET sudah mencapai tahap akhir. Perseroan ini tinggal menunggu kedatangan mesin PET yang sedang dalam proses pengiriman dari Austria.


Rofie enggan membuka besaran investasi pembelian mesin. "Mesin itu dibeli dari Austria. Kalau harganya itu, bukan bagian saya," ujar Rofie pada KONTAN, pekan lalu.

APLI juga berencana mulai memproduksi Posse NTE. Ini adalah bahan kategori premium yang biasa digunakan melapisi jok mobil. Rofie bilang, rencana memproduksi Posse NTE merupakan respon kian menjamurnya produk-produk impor dari China, yang harganya lebih murah daripada produk APLI.

Karena itu, perseroan ini akan mulai memproduksi Posse NTE dengan kualitas lebih tinggi untuk pasar menengah atas. Di tahap pertama, APLI menargetkan bisa memproduksi Posse NTE sebanyak 20.000 m² per bulan.

Kehadiran dua produk baru ini bakal melengkapi jajaran produk perseroan yang sudah ada, seperti sponge & artificial PVC leather, flexible PVC film & sheet dan rigid PVC film & sheet.

APLI berharap bertambahnya produk ini bisa mengatrol kinerja keuangan di semester dua 2011. Di periode tersebut emiten aneka industri ini menargetkan bisa mencetak kenaikan penjualan bersih sebesar 20% dibanding penjualan di semester satu lalu yang sebesar Rp 148,28 miliar.

Tapi APLI belum berani memprediksi pertumbuhan laba di semester dua ini. Maklum, di semester satu lalu realisasi laba bersih berbanding terbalik dengan penjualan.

APLI bisa mencatatkan pertumbuhan penjualan 11,23% menjadi Rp 148,28 miliar. Namun pertumbuhan ini tergerus bertambahnya beban pokok penjualan sebesar 12,57% menjadi Rp 129,43 miliar.

Hal ini disebabkan kenaikan biaya pembelian bahan baku yang bertambah 24,21% menjadi Rp 112,32 miliar. Biaya pembelian bahan kemasan juga naik 17,86% jadi Rp 1,70 miliar. Dus, laba bersih pun tergerus 42,93% jadi Rp 8,99 miliar. "Harga bahan baku naik, sehingga laba bersih kami tergerus," jelas Rofie.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie