KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) lebih mengkhawatirkan regulasi ketenagalistrikan yang kerap tak pasti ketimbang minimnya reformasi birokrasi dan perizinan yang dijanjikan pemerintah. “Regulasi ketenagalistrikan kita tidak menarik, kalah jauh dari Vietnam, makin mengkhawatirkan,” ujar Rizal Calvary, juru bicara APLSI melalui siaran tertulisnya, Selasa (1/5). Rizal mengatakan, meskipun riak-riak politik semakin kencang, namun investor listrik melihat sistem demokrasi di Indonesia sudah kuat. Sehingga, stabilitas politik tetap terjamin meski berhadapan dengan tahun politik.
“Stabilitas politik kita sudah diakui dunia. Investor adem-adem saja. Yang bikin khawatir investor itu, regulasi ketenagalistrikan yang mundur jauh ke belakang seperti sebelum reformasi,” papar Rizal. Rizal bilang, pemerintah secara tidak langsung mengakui buruknya regulasi kelistrikan bagi investor. Misalnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merevisi target investasi sektor energi dan minerba pada tahun 2018. Sebelumnya, Kementerian ESDM menargetkan investasi sektor energi dan minerba sekitar US$ 50,12 miliar. "Namun, target investasi tersebut dikoreksi menjadi hanya sebesar US$ 37,2 miliar. Artinya ESDM pesimis dengan regulasinya sendiri,” tegas Rizal. Penurunan target terbesar, Kata Rizal, justru datang dari investasi ketenagalistrikan dari sebelumnya US$ 24,88 miliar menjadi US$ 12,2 miliar dan energi baru terbarukan (EBT) sebesar US$ 2 miliar. Ia melihat, Kementerian ESDM realistis dengan regulasi-regulasi yang ada saat ini sangat susah untuk menarik minat investasi pihak swasta. "Regulasi makin tidak menarik bagi investor," ungkap Rizal.
Ia menilai jebloknya iklim investasi ketenagalistrikan disebabkan banyaknya regulasi baru yang dibuat tahun lalu yang tidak bersahabat dengan pengembang ketenagalistrikan. Tahun lalu, hampir setiap bulan muncul Permen (Peraturan Menteri). Tahun ini, walaupun Kementerian ESDM sudah memangkas banyak regulasi, setelah diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo, namun regulasi yang dipangkas bukan regulasi yang substansial. “Regulasi yang dipangkas hanya yang sekunder, tidak ada kaitannya secara langsung dengan investasi. Bahkan ada Permen yang sudah kadaluarsa juga ikut dipangkas,” jelasnya. Semestinya, kata Rizal, regulasi yang dipangkas atau diperbaharui adalah
pertama, Permen (Peraturan Menteri) No.10 Tahun 2017 tentang pokok-pokok dalam perjanjian jual-beli tenaga listrik (PJBL) yang kemudian diubah dengan Permen No.49 Tahun 2017.
Kedua, Permen No.48 Tahun 2017 tentang pengawasan pengusahaan sektor energi dan sumber daya mineral. Utamanya, pasal 11 ayat 1 sampai 3 terkait pengalihan saham sebelum
commercial operation date. Dan
ketiga, Permen No.50 Tahun 2017 tentang pemanfaatan sumber energi baru terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi