KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyambut baik langkah pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang telah telah kembali menguasai lahan tambang ilegal nikel di Morowali, Sulawesi Tengah. Terkait hal ini, Dewan Penasihat APNI, Djoko Widajatno, menilai kebijakan tersebut penting untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus menciptakan kepastian berusaha di sektor pertambangan nikel. Ia menegaskan bahwa keberadaan tambang ilegal selama ini telah merugikan negara dan menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku tambang yang berizin. “Yang ilegal ini kan mengambil kekayaan negara. Kalau ditertibkan, tentunya akan menambah jumlah kekayaan negara,” ujar Djoko, Senin (10/11/2025). Baca Juga: Kementerian ESDM Bakal Pangkas Target Produksi Nikel pada 2026, Ada Apa? Ia menjelaskan, penertiban tambang nikel ilegal juga akan menutup celah kebocoran penerimaan negara karena pelaku tambang tanpa izin selama ini tidak membayar pajak dan royalti, serta kerap memanfaatkan bahan bakar bersubsidi. “Tambang ilegal kadang memakai bahan bakar bersubsidi, gak bayar royalti, gak bayar pajak. Itu sangat mengganggu. Kalau itu ditiadakan, pendapatan negara naik dan pasokan bahan bakar untuk masyarakat juga tidak terganggu,” tambahnya. Djoko juga mengatakan bahwa penertiban tambang nikel ilegal tidak akan berdampak negatif terhadap produksi nikel nasional karena bijih hasil tambang tanpa izin selama ini beredar di pasar gelap. "Kalau melalui sistem Simbara (Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar Kementerian/Lembaga), pemerintah dapat melacak asal-usul bijih nikel yang dijual ke smelter," kata dia. Baca Juga: Satgas PKH Kuasai Tambang Nikel Ilegal di Morowali Seluas 66 Hektare “Di Simbara itu kan ketahuan, smelter ini beli dari mana, kemudian dari tambang atau trading A. Trading A ini dapat dari siapa, apakah tambang ilegal atau legal, itu nanti bisa dicek,” tambahnya. Lebih lanjut, Djoko menilai ketegasan pemerintah dalam menertibkan tambang nikel ilegal merupakan bagian penting dalam menciptakan iklim investasi yang sehat. Menurutnya, kepastian hukum dan konsistensi penerapan regulasi menjadi faktor utama yang akan menarik investor ke sektor nikel. “Kalau peraturannya tegas dan konsisten, pasti investor akan masuk. Pemerintah harus memastikan regulasi dijalankan dengan baik dan memberikan jaminan usaha bagi penambang legal,” katanya. Ia juga mengingatkan agar pemerintah meninjau kembali kebijakan fiskal dan nonfiskal yang dinilai masih membebani pelaku usaha. Adapun, selain kepastian hukum, faktor daya saing dan insentif investasi juga perlu diperkuat agar Indonesia tetap menarik bagi investor.
APNI Sambut Penertiban Tambang Ilegal Morowali: Jaminan Investasi Nikel
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyambut baik langkah pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang telah telah kembali menguasai lahan tambang ilegal nikel di Morowali, Sulawesi Tengah. Terkait hal ini, Dewan Penasihat APNI, Djoko Widajatno, menilai kebijakan tersebut penting untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus menciptakan kepastian berusaha di sektor pertambangan nikel. Ia menegaskan bahwa keberadaan tambang ilegal selama ini telah merugikan negara dan menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku tambang yang berizin. “Yang ilegal ini kan mengambil kekayaan negara. Kalau ditertibkan, tentunya akan menambah jumlah kekayaan negara,” ujar Djoko, Senin (10/11/2025). Baca Juga: Kementerian ESDM Bakal Pangkas Target Produksi Nikel pada 2026, Ada Apa? Ia menjelaskan, penertiban tambang nikel ilegal juga akan menutup celah kebocoran penerimaan negara karena pelaku tambang tanpa izin selama ini tidak membayar pajak dan royalti, serta kerap memanfaatkan bahan bakar bersubsidi. “Tambang ilegal kadang memakai bahan bakar bersubsidi, gak bayar royalti, gak bayar pajak. Itu sangat mengganggu. Kalau itu ditiadakan, pendapatan negara naik dan pasokan bahan bakar untuk masyarakat juga tidak terganggu,” tambahnya. Djoko juga mengatakan bahwa penertiban tambang nikel ilegal tidak akan berdampak negatif terhadap produksi nikel nasional karena bijih hasil tambang tanpa izin selama ini beredar di pasar gelap. "Kalau melalui sistem Simbara (Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar Kementerian/Lembaga), pemerintah dapat melacak asal-usul bijih nikel yang dijual ke smelter," kata dia. Baca Juga: Satgas PKH Kuasai Tambang Nikel Ilegal di Morowali Seluas 66 Hektare “Di Simbara itu kan ketahuan, smelter ini beli dari mana, kemudian dari tambang atau trading A. Trading A ini dapat dari siapa, apakah tambang ilegal atau legal, itu nanti bisa dicek,” tambahnya. Lebih lanjut, Djoko menilai ketegasan pemerintah dalam menertibkan tambang nikel ilegal merupakan bagian penting dalam menciptakan iklim investasi yang sehat. Menurutnya, kepastian hukum dan konsistensi penerapan regulasi menjadi faktor utama yang akan menarik investor ke sektor nikel. “Kalau peraturannya tegas dan konsisten, pasti investor akan masuk. Pemerintah harus memastikan regulasi dijalankan dengan baik dan memberikan jaminan usaha bagi penambang legal,” katanya. Ia juga mengingatkan agar pemerintah meninjau kembali kebijakan fiskal dan nonfiskal yang dinilai masih membebani pelaku usaha. Adapun, selain kepastian hukum, faktor daya saing dan insentif investasi juga perlu diperkuat agar Indonesia tetap menarik bagi investor.
TAG: