APPI: Aturan kolektibilitas baru tak mengerek NPF



JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) optimistis, rencana regulator merilis aturan terkait kolektibilitas industri multifinance tidak akan serta merta mengerek rasio pembiayaan macet alias non performing finance (NPF). Soalnya, metode penghitungan kredit lancar atau macet industri multifinance selama ini diklaim meniru kolektibilitas kredit sektor perbankan.

Maklumlah, Suwandi Wiratno, Ketua Umum APPI mengungkapkan, sebanyak 70% pembiayaan yang disalurkan industri berasal dari pendanaan perbankan. “Sehingga, mau tidak mau, suka tidak suka, si bank selalu minta cara hitung kolektibilitasnya sama. Misalnya, apabila di multifinance 1 – 30 hari tergolong lancar, di bank tergolong dalam perhatian khusus. Jadi, kami mengikuti,” ujarnya, Selasa (1/10).

Karenanya, sambung dia, ketentuan tentang kolektibilitas pembiayaan tidak akan berpengaruh besar terhadap rasio NPF industri multifinance yang hingga pertengahan tahun ini sebesar 1,46%. Adapun, industri multifinance mencatat tiga kategori pembiayaan bermasalah. Yakni, lancar, diragukan, serta macet.


Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, hingga Juni 2014, 98,53% pembiayaan dikategorikan dalam pembiayaan lancar. Hanya 1,07% yang dikategorikan sebagai pembiayaan diragukan dan 0,39% yang masuk kategori pembiayaan macet.

Meski demikian, patut dicatat, sebanyak 30% pembiayaan yang mengalir berasal dari modal dan sumber dana lainnya, seperti obligasi, medium term notes dan pasar modal yang notabene metode penghitungan kolektibilitasnya tidak mengikuti prinsip di sektor perbankan. “Kami rasa tidak perlu khawatir lah ya,” tutur Suwandi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia