April, Kemenperin luncurkan cangkul lokal



JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan  meluncurkan produk cangkul buatan domestik di Pasuruan, Jawa Timur.

Langkah tersebut ditempuh setelah Kemenperin meneken nota kesepahaman mengenai Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku Untuk Pembuatan Alat Perkakas Pertanian Non Mekanik dengan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dan PT Boma Bisma Indonesia, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), dan PT Sarinah pada 5 Januari 2017.

Awal April nanti, Kemenperin akan mensosialisasikan cangkul dalam negeri ini ke Pasuruan. Di daerah tersebut, sudah ada sekitar 20-25 IKM. "Yang nanti harganya kami sesuaikan paling tidak, tak terlalu jauh dari harga pasar sekarang. Kami survei harga pasar sekarang Rp 33.000 sampai Rp 43.000," ujar Gati Wibawaningsih, Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Selasa (21/3).


Dalam skema bisnis itu, PT Krakatau Steel bertindak sebagai penyedia bahan baku cangkul, kemudian BBI yang akan melakukan pembuatan cangkul menjadi 75% produk jadi. “Produk ini belum dicat, belum ditajamkan, dan belum ditambah gagang kayu. Untuk proses 25% akan dikerjakan oleh IKM,” jelas Gati.

Gati melanjutkan, PPI dan Sarinah akan melakukan sosialisasi produk dari BBI kepada IKM sesuai standar yang telah ditentukan. “Misalnya, ketebalan cangkul sekitar 2,1 milimeter (mm),” ujarnya. Setelah itu, produk yang dihasilkan IKM bisa langsung dikirim ke agen penjual atau dikirim ke PPI dan Sarinah sebagai distributor untuk dipasarkan ke agen penjual.

“Sesuai konsep bisnis yang telah disepakati bersama, cangkul 75% tersebut akan didistribusikan kepada sentra-sentra IKM alat pekakas pertanian dan industri besar yang membutuhkan bahan baku cangkul yang tersebar di 12.609 unit usaha dari Sabang hingga Merauke,” paparnya.

Gati optimistis, IKM mampu memenuhi pasar dalam negeri. Sebab, Krakatau Steel telah memproduksi medium carbon steel lembaran SS400 sebagai bahan baku cangkul sebanyak 110 ton dan 43 ton yang sudah dikirimkan ke pabrik BBI di Pasuruan, Jawa Timur. Saat ini, BBI mampu memproduksi 100.000 unit cangkul per bulan, dan siap menambah kapasitas produksi untuk mengejar target 3 juta unit cangkul per tahun.

Produksi cangkul ini tidak menggunakan anggaran dari pemerintah. "Tidak ada pakai APBN, pakai mekanisme pasar, yang diatur bagaimana pengadaan bahan baku supaya tidak impor," kata Gati.

Untk membedakan dengan produk impor, PT Krakatau Steel mengembos logo kuda jingkrak pada baja mata cangkul. Logo tersebut diberikan untuk membedakan antara produk dalam negeri dan produk impor. "Cangkul yang gambarnya bukan kuda jingkrak, tidak dari Krakatau Steel. Pembedaan ini tidak mematikan produsen dalam negeri, hanya untuk membedakan dengan cangkul impor. Kalau produsen dalam negeri mau pakai bahan baku dari besi bekas bantalan kereta api atau mobil bekas silakan," kata Gati.

Logo tersebut tidak menunjukkan produk tersebut menggunakan SNI Cangkul. Tanda SNI berbeda dengan logo tersebut.

Gati mengatakan upaya ini dilakukan untuk membatasi impor cangkul supaya industri dalam negeri bisa tumbuh. "Yang perlu didukung itu jangan impor. Karena dalam negeri bisa produksi sendiri. Kan sudah salah kaprah boleh impor, akhirnya kebablasan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini