JAKARTA. Sepanjang April 2016, reksadana saham mendulang imbal hasil
(return) paling rendah dibandingkan jenis reksadana lainnya. Data Infovesta Utama memperlihatkan, rata-rata return reksadana saham minus 0,41% dibandingkan kinerja bulan sebelumnya (Maret). Sementara jenis reksadana saham lainnya masih menorehkan kinerja positif. Lihat saja, rata-rata return reksadana campuran tumbuh 0,59%, reksadana pendapatan tetap 1,3%, serta reksadana pasar uang terangkat 0,36% pada periode sama. Adapun sejak awal tahun hingga April 2016, rata-rata return reksadana saham mencapai 4,97%. Lalu reksadana campuran 5,75%, reksadana pendapatan tetap 6,48%, serta reksadana pasar uang 1,81%.
Siswa Rizali, President Director PT Asanusa Asset Management menilai, wajar apabila rata-rata return reksadana saham negatif pada April 2016. Sebab, indeks harga saham gabungan (IHSG) juga terkoreksi 0,14% pada periode sama. Tekanan berasal dari mayoritas saham-saham berkapitalisasi besar. "Terlihat dari MSCI Large Cap yang minus 2,45%. Sedangkan MSCI Small Cap naik 1,54%," jelasnya. Secara sektoral, Siswa menuturkan, performa saham sektor perbankan dan saham cyclical paling terpukul. Di antaranya adalah BBNI, BBRI, BMRI, BBCA dan ASII. Sebaliknya, kinerja saham sektor konsumer dasar seperti GGRM, HMSP dan TLKM melambung. Head of Operation and Business Development Panin Asset Management Rudiyanto sependapat, penurunan kinerja IHSG turut berdampak negatif pada performa reksadana saham. Faktor pendorongnya, hasil laporan keuangan emiten yang kurang sesuai dengan ekspektasi. "Sehingga meskipun IHSG sempat naik, akhir bulan terkoreksi. Eksternal malah minim sentimen," terangnya. Beruntung, kinerja reksadana campuran masih menghijau. Rudiyanto berpendapat, imbal hasil reksadana "gado-gado" ini terbantu oleh pasar obligasi domestik yang
bullish. Mengutip data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), indeks komposit obligasi domestik yakni Indonesia Composite Bond Index tumbuh 1,99% sepanjang April 2016. Tax amnesty Namun, Rudiyanto menduga, return reksadana saham masih berpeluang menanjak hingga akhir tahun 2016. Katalis positif bakal bersumber dari kebijakan pengampunan pajak alias
tax amnesty yang tengah digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dari eksternal, angin segar akan bersumber dari peluang kenaikan rating dari lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) untuk peringkat utang Indonesia menjadi
investment grade BBB-.
Pada 21 Mei 2015, S&P sudah mengerek outlook rating Indonesia dari
stable menjadi positif sekaligus mengafirmasi rating pada level BB+. "Kalau domestik kita bagus, maka pasar modal akan punya tenaga untuk naik," harapnya. Investment Director PT Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana sepakat, pasar saham dalam negeri akan menghimpun amunisi jika ketentuan
tax amnesty resmi berlaku. Namun, ada beberapa tantangan eksternal yang patut dicermati. Di antaranya penurunan harga minyak dunia, penguatan mata uang Negeri Paman Sam, serta perlambatan ekonomi China. "Prediksi saya, sepanjang tahun 2016 ini, return reksadana saham berkisar 10% sampai 12%. Reksadana campuran 12%-15%," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie