KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bersiap mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait utang rafaksi minyak goreng (migor). Pakar hukum bisnis dan industri kelapa sawit Rio Christiawan menilai langkah yang ditempuh Aprindo sudah tepat. Menurutnya, mengenai utang rafaksi migor solusinya ialah pemerintah harus segera menindaklanjuti dengan membayar sesuai disposisi dari Kejaksaan Agung. "Sehingga jika hak pengusaha migor tidak dipenuhi artinya memang gugatan ke PTUN merupakan langkah yang sudah tepat," kata Rio kepada Kontan.co.id, Kamis (21/9).
Namun, apabila gugatan PTUN nantinya dimenangkan Aprindo maka secara hukum dapat dimintakan eksekusi dari utang rafaksi yang belum dibayar. Hanya saja, Rio menilai, lantaran subjeknya merupakan lembaga negara maka diperlukan political will dari Presiden atau Menko Marves untuk memberikan perintah bayar terkait rafaksi, yang memang secara legal sudah menjadi hak pengusaha migor. Dengan dibatalkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 yang kemudian digantikan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tak lantas artinya pembayaran utang rafaksi bisa tak dilakukan. "Secara hukum sekalipun Permendag 3/2022 saat ini sudah diganti Permendag 6/2022 tapi saat ini yang dipersoalkan adalah konsekuensi dari masa keberlakuan Permendag 3/2022 , sehingga pergantian permendag bukan alasan untuk tidak membayar," kata Rio.
Baca Juga: Soal Utang Minyak Goreng Kemendag, Super Indo Menghormati Langkah Aprindo Ia menjelaskan, pada putusan KPPU dalam perkara migor tersebut bahwa kebijakan yang berganti-ganti termasuk kebijakan rafaksi yang tertunda pembayarannya menempatkan pedagang ritel migor pada posisi yang dirugikan. Selain itu, persoalan pembayaran rafaksi yang berbelit-belit dan belum dibayar hingga beberapa tahun akan berdampak terhadap iklim kemudahan berusaha di Indonesia. "Persoalan kepastian hukum ini sama persis sebagaimana disebutkan dalam laporan kemudahan berusaha di Indonesia yang dirilis oleh world bank, yakni persoalan kemudahan berusaha masih menjadi faktor yang menghambat tingkat kemudahan berusaha di Indonesia," ujar Rio. Ia menyebut, meski secara administratif aturan yang saat ini tidak berlaku, tetapi pemerintah berkewajiban membayar hutang tersebut. "Karena esensinya pembayaran rafaksi merupakan hutang pemerintah yang dibuat ketika kebijakan rafaksi masih berlaku, sehingga pergantian kebijakan bukan alasan untuk menunda pembayaran kepada pelaku usaha," tuturnya. Rio mengatakan, perlunya duduk bersama antara pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan, Kejaksaan Agung dan BPKP secara internal segera merumuskan langkah yang tepat untuk mekanisme pembayaran hutang rafaksi. "Karena memang hutang rafaksi harus segera dibayar," tegasnya.
Selain itu, perlu juga melibatkan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi yang juga sebagai Ketua Satgas Sawit dalam koordinasi merumuskan mekanisme pembayaran hutang rafaksi migor. "Yang jelas hak dari peritel harus dipenuhi karena logikanya adalah jika saat ini bingung mencari dasar hukum membayarnya , mengapa saat terjadi kelangkaan minyak goreng pemerintah berani membuat kebijakan rafaksi? Jelas dalam hal ini Kemendag melakukan pelanggaran hukum jika tidak segera melakukan pembayaran rafaksi," ujar Rio.
Baca Juga: Aprindo Siapkan Gugatan ke PTUN Soal Utang Rafaksi Minyak Goreng Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat