Aprindo Ultimatum Pemerintah untuk Segera Lunasi Utang Rafaksi Minyak Goreng



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memberi waktu selama tiga bulan kepada pemerintah untuk melakukan pelunasan rafaksi minyak goreng senilai Rp 344 miliar. 

"Kami berharap dalam 2-3 bulan ini sudah selesai. Karena adanya pesta demokrasi itu, kita semua akan berorientasi untuk mencari pemimpin berikutnya, ataupun siapa yang nanti duduk di pemerintahan," ujar Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey pada wartawan, Jum'at (5/5). 

Roy menegaskan bahwa utang tersebut harus dibayar pemerintah meskipun Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 3/2022 telah dicabut. Sebab, kata Roy pengadaan minyak goreng tahun lalu murni program pemerintah yang ditugaskan ke peritel. 


Baca Juga: Aprindo Akan Tempuh Jalur Hukum Soal Rafaksi Migor Jika Tak Ada Kepastian Pembayaran

"Jadi dengan kata lain, ini penugasan dan ini bukan diminta oleh Aprindo atau ritel untuk melakukan tapi kita diminta untuk melakukannya," tambah Roy. 

Untuk itu, Aprindo meminta kepastian pelunasan utang segera kepada pemerintah. Selain itu Roy juga menegaskan bahwa pihaknya hanya menerima pembayaran secara tunai. 

Jika pemerintah kemudian mempertimbangkan kebijakan lain, hal ini masih akan terlebih dahulu dipertimbangkan oleh pelaku usaha. 

"Kalau misalnya pemerintah akan barter, kami pelajari dulu. Tapi, kami minta dibayar cash. Karena cash itu penting bagi ritel untuk membeli barang," kata Roy. 

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, pihaknya sedang berkonsultasi kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait pembayaran rafaksi minyak goreng itu.

Pasalnya, pembayaran yang akan dilakukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tidak bisa dilakukan jika tanpa payung hukum. Tanpa itu, kata Zulhas, BPDPKS akan menanggung konsekuensi hukum.

Baca Juga: Pembayaran Rafaksi Minyak Goreng Tunggu Pendapat Hukum Kejagung

"BPDPKS mau bayar tapi Permendag sudah nggak ada, maka perlu payung hukum kalau itu. Kan BPDPKS mau bayar, dia bayar kalau ada aturan. Kalau nggak (tanpa payung hukum), dia masuk penjara. BPDPKS oke bayar kalau ada aturannya," kata Zulhas. 

Diketahui, pemerintah berhutang kepada peritel senilai Rp 344 miliar terkait program pengadaan minyak goreng pada tahun lalu. 

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 3/2022, semua pengusaha diminta menjual minyak goreng Rp 14.000 per liter dan selisih dengan harga di pasar yang berkisar Rp 17.000-20.000 per liter akan dibayarkan pemerintah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .