APSyFI Kritik Permendag Nomor 36/2023 Soal Kebijakan dan Pengaturan Impor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menilai aturan baru itu tidak sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk memprioritaskan produk lokal.

Pasalnya, dalam aturan tersebut melegalkan impor tekstil serta produk tekstil batik dan motif batik untuk keperluan instansi pemerintah dan lembaga lainnya atau untuk kepentingan umum yang tidak diimpor sendiri oleh lembaga yang dimaksud.


"Iya, ini lubang lagi. Kan arahan Pak Jokowi APBN prioritas produk lokal, kalau batik kan produsennya sudah banyak di dalam negeri," ujar Redma saat dihubungi, Senin (18/12).

Baca Juga: Neraca Transaksi Berjalan di Sepanjang 2023 Diprediksi akan Defisit Hingga 0,2% PDB

Kata dia, dengan adanya aturan itu memperlihatkan  adanya keberpihakan pemerintah terhadap para importir.

"Iya ini membuktikan bahwa lobi importir pedagang sudah menguasai pengambilan kebijakan sehingga tidak ada lagi keberpihakan pada produk dalam negeri," tambahnya.

Redma juga menyoroti soal aturan pengecualian pelarangan dan pembatasan (lartas0 bagi authorized economic operator (AEO/ mitra utama (MITA) kepabeanan.

Dalam aturan itu mengatur relaksasi bagi perusahaan yang telah memperoleh pengakuan sebagai authorized economic operator (AEO/ mitra utama (MITA) kepabeanan untuk mendapatkan pengecualian pelarangan dan pembatasan (lartas) atas impor beberapa komoditas dari perusahaan AEO/MITA.

Diketahui, Permendag Nomor 36/2023 mengatur pengecualian lartas atas impor 5 kelompok komiditas bagi perusahan AEO/MITA.

Redma pun mencontohkan untuk komoditas besi dan baja dan produk turunannya yang semula disyaratkan persetujuan impor (PI) dan laporan surveyor (LS), kini perusahaan MITA memperoleh pengecualian LS.

Kemudian, plastik hilir yang semula atas impornya disyaratkan LS, kini perusahaan AEO/MITA dikecualikan.

Kata Redma, ini menjadi agak aneh karena disatu sisi ada suatu kebijakan untuk pengendalian tapi di sisi lain ada pengecualian. "Dan pengecualiannya itu jadi bertolak belakang," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat