APSyFI menilai belum ada kebijakan pemerintah untuk menekan laju impor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menilai, hingga saat ini belum ada satupun kebijakan pemerintah yang dikeluarkan untuk menurunkan laju pertumbuhan impor.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta mengatakan, banyak mafia-mafia impor sudah masuk ke oknum-oknum birokrasi sehingga banyak kebijakan yang justru pro barang impor dibanding barang buatan lokal.

“Disektor tekstil barang impor banjir, padahal sudah bisa dibuat oleh produsen lokal, pemerintah harus berani melakukan substitusi impor, kita hanya perlu revisi kebijakan, tidak minta insentif” terang Redma, dalam siaran persnya, Rabu (15/8).


APSyFI secara resmi sudah pernah mengusulkan untuk merevisi Permendag 64 tahun 2017, karena ijin impor diberikan kepada pedagang untuk impor bahan baku. Padahal sebelumnya, ijin impor hanya diberikan kepada produsen yang membutuhkan bahan baku untuk kepentingan ekspor.

“Setahu saya, pihak Kementerian Perindustrian pun mengusulkan hal yang sama, namun pihak Kemeterian Perdagangan terlihat sangat mengabaikan usulan ini” ungkap Redma.

Selain itu, APSyFI menyoroti Pusat Logistik Berikat (PLB) yang menjadi pintu masuk berkarpet merah barang-barang impor. “PLB seharusnya difungsikan untuk barang-barang impor yang tidak diproduksi didalam negeri saja, untuk mempermudah akses industri kita yang perlu bahan baku impor” paparnya.

Oleh karena itu, APSyFI juga mengusulkan agar PLB disektor tekstil hanya untuk kapas saja, sedangkan untuk serat lainnya, benang dan kain agar tidak difasilitasi oleh PLB karena memang sudah bisa diproduksi didalam negeri.

Redma menyampaikan, untuk sektor tekstil semua jenis benang dan kain di HS 52 dan 54 serta semua jenis serat, benang dan kain di HS 55 semuanya sudah bisa diproduksi didalam negeri sehingga seharusnya impornya sangat bisa dikurangi.

“Pemerintah tidak perlu takut pembatasan impor bisa ganggu ekspor, karena eksportir sebagian besar di Kawasan Berikat atau menggunakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor,” tegasnya.

Lebih lanjut, Redma mengatakan persoalan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) PET hingga saat ini belum diterapkan. Padahal, BMAD PET yang direkomendasikan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) ini sudah disetujui oleh Tim Kepentingan Nasional dan sudah ada Surat Menteri Perdagangan ke Menteri Perindustrian.

“Kami bahkan menenggarai bahwa kasus ini bisa masuk angin hanya karena lobi importir. Jadi kalau semua mandeg seperti ini karena kepentingan importir, bagaimana pemerintah bisa menekan laju impor? Sampai semester 1 ini, impor TPT naik 19,5% (yoy),” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .