JAKARTA. Indonesia masih kemasukan impor ilegal berupa serat, benang, kain maupun garment. Jumlahnya mencapai 310.000 ton pada tahun lalu. Ini adalah data dari Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI). Sekretaris Jenderal APSyFI, Redma Gita Wirawasta dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Kamis (20/7) mengungkapkan, barang impor ilegal sebagian besar masuk melalui cara impor borongan dan rembesan kawasan berikat. "Ada pula yang separuh nyolong dengan cara underinvoicing/underpricing atau pelarian harmonized system (HS) ke nomor HS yang bea masuknya 0%," jelas Redma. Impor borongan dalam satu kontainer berisi beberapa jenis barang biasanya dikenakan biaya Rp 150 sampai Rp 200 juta. Namun jika dihitung secara detail, bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) seharusnya bisa di atas Rp 500 juta.
APSyFI: Pemerintah perlu waspada impor borongan
JAKARTA. Indonesia masih kemasukan impor ilegal berupa serat, benang, kain maupun garment. Jumlahnya mencapai 310.000 ton pada tahun lalu. Ini adalah data dari Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI). Sekretaris Jenderal APSyFI, Redma Gita Wirawasta dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Kamis (20/7) mengungkapkan, barang impor ilegal sebagian besar masuk melalui cara impor borongan dan rembesan kawasan berikat. "Ada pula yang separuh nyolong dengan cara underinvoicing/underpricing atau pelarian harmonized system (HS) ke nomor HS yang bea masuknya 0%," jelas Redma. Impor borongan dalam satu kontainer berisi beberapa jenis barang biasanya dikenakan biaya Rp 150 sampai Rp 200 juta. Namun jika dihitung secara detail, bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) seharusnya bisa di atas Rp 500 juta.