KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyatakan adanya peningkatan kinerja industri industry tekstil dan produk tekstil TPT meskipun belum secara signifikan. Peningkatan itu terjadi sejak berlakunya Permendag 36 2023 jo Permendag 3 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. "Ini kan masih berproses, peningkatan order sudah ada di sektor hilir khususnya IKM garmen konveksi, kita proyeksikan peningkatan kinerja di sektor antara sekitar 2-3 bulan ke depan dan peningkatan kinerja di sektor hulu 3-4 bulan ke depan,” ujar Redma dalam keterangan resminya yang diterima Kontan, Jumat (12/4). Terlebih dengan diberlakukannya Permenperin 5 tahun 2024 sebagai peraturan teknis dari Permendag 3 Tahun 2024, Redma yakin impor akan lebih terkendali.
Baca Juga: Kinerja Industri Tekstil Menunjukkan Tren Pemulihan “Kita harap akhir tahun ini kinerja industri TPT kembali pada track positif,” tambah dia. Untuk itu, ia meminta agar semua pihak ikut mendukung kebijakan yang pro industri padat karya yang pada ujungnya mendorong perekonomian nasional. Hal ini menyoroti protes yang dilakukan beberapa kalangan importir baik peritel maupun pelaku jastip hingga yang terakhir protes dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang barangnya tertahan. Redma meminta khusus kepada para importir agar secara tertib mengikuti aturan ini dengan membayar segala ketentuan perpajakan dan ketentuan terkait ijin impornya. Ia juga menghimbau agar para pelaku impor lebih nasionalis untuk mendukung Pemerintah dalam menggerakkan perekonomian nasional melalui optimalisasi kinerja industri padat karya. Sama hal nya dengan barang-barang yang dibawa oleh PMI, Redma menghimbau jika PMI ingin berbisnis barang impor juga agar mengikuti aturan yang berlaku. “Bukannya mencurigai para pekerja migran, kami menghormati PMI sebagai pahlawan devisa, tapi jika ingin berbisnis di sektor lain ya harus ikut aturan, karena di sini juga ada sektor industri lain dimana pemerintah memerlukannya untuk penyerapan tenaga kerja," ungkapnya. Lebih lanjut Redma juga mengharapkan agar PMI lebih nasionalis dengan membelanjakan hasil devisanya untuk barang-barang lokal sebagai oleh-oleh bagi keluarganya. “Karena di sini ada saudara, kerabat atau tetangganya yang juga memerlukan pekerjaan di sektor TPT untuk menyambung hidup, jadi kita di sini semua hidup berdampingan dan saling menopang” jelasnya. Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa menyatakan bahwa permasalahan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sudah terjadi sejak akhir 2022 dimana utilisasi produksi turun hingga di bawah 50%.
Baca Juga: Meski Belum Signifikan, Penjualan TPT Mulai Membaik Usai Permendag No. 3/2024 Berlaku Penurunan itu menyebabkan banyak karyawan yang dirumahkan sebagai akibat dari banjirnya produk impor yang berkompetisi secara tidak sehat di pasar domestik.
Jemmy menambahkan bahwa Peraturan Menteri Perindustrian No 5 tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Tekstil, Produk Tekstil, Tas, dan Alas Kaki ini sejalan dan sinergis dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. API optimistis bahwa implementasi dari dua peraturan ini adalah kombinasi yang baik yang menunjukkan perhatian Pemerintah terhadap industri padat karya di Indonesia. “Aturan aturan yang sinergis seperti yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan ini perlu didukung dan didorong oleh para pelaku industri. Sehingga misi penguatan industri padat karya di Indonesia bisa benar-benar terwujud dalam waktu yang cepat.” pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi