APTI: Penyederhanaan struktur cukai berpotensi mengganggu serapan petani tembakau



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bagi petani tembakau, rencana penyederhanaan struktur cukai hasil tembakau turut mempengaruhi penghasilan. Sebab perubahan cukai akan mempengaruhi penyerapan industri rokok terhadap bahan baku tembakau dari petani lokal.

Seperti yang diketahui, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) memastikan kebijakan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau atau simplifikasi akan dijalankan, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 77/2017 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020–2024.

PMK tersebut merupakan turunan Peraturan Presiden Nomor 18/2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang juga menempatkan rencana penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau sebagai salah satu program strategis.


Baca Juga: Simplifikasi cukai rokok dijalankan mengacu pada RPJMN 2020-2024

"Dampak dari RPJMN tersebut, kurang bagus di sektor pertanian tembakau, nanti mengganggu penyerapan di tingkat petani," ujar Agus Parmuji, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) kepada Kontan.co.id, Minggu (12/7). Sebab perubahan struktur cukai berpotensi adanya kenaikan tarif dan akan membuat industri rokok sebagai penyerap utama tembakau akan mengurangi pembelian tembakau dari petani.

Jika permintaan tembakau berkurang dari pabrikan, dapat dipastikan harga akan jatuh. Padahal saat cukai rokok diumumkan naik di awal tahun kemarin, harga jual tembakau menurut Agus anjlok cukup tajam dibandingkan periode sebelum kenaikan cukai.

"Harga bisa turun sampai 40%," ujar dia. Untuk tembakau grade terendah saja yang semula harga bisa berada di level Rp 150.000 per kilogram menjadi Rp 80.000 per kilogram di awal tahun.

Baca Juga: Asosiasi minta dilibatkan dalam perumusan regulasi produk tembakau alternatif

Sementara saat ini, kata Agus, petani banyak yang mulai khawatir karena belum ada tanda-tanda dari pabrikan akan membeli tembakau lagi dari petani. Semakin lama tembakau urung dibeli, maka harga jual ditakutkan akan semakin jatuh.

Saat ini, Agus bilang, pertanian tembakau di Indonesia mempunyai luas lahan hingga 250.000 hektare dengan produksi fluktuatif setiap tahun, rata-rata kisaran 200.000 ton. Sedangkan kebutuhan tembakau industri rokok bisa mencapai 300.000 ton per tahun.

Kekurangan ini biasanya diisi oleh tembakau impor. Agus menyayangkan bahwa keran impor ini juga semakin terbuka, bahkan impor tembakau terakhir kali bisa mencapai 140.000 ton dalam satu tahun. "Kami tak menolak impor, tapi diharapkan serap dahulu produksi lokal ini," kata Agus.

Para petani berharap harga tembakau dapat tetap stabil dan tidak jatuh terlalu dalam, sebab di masa sulit seperti sekarang komoditas pertanian tembakau jadi harapan diantara tanaman lain yang nilai ekonomisnya rendah.

Baca Juga: Kemenperin masih fokus selesaikan SNI rokok putih

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati