JAKARTA. Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap terigu dalam negeri rupanya berdampak besar terhadap industri terigu nasional dalam negeri, khususnya pada industri skala kecil. "Praktek dumping ini telah membuat industri terigu skala kecil semakin terpuruk. Beberapa dari mereka bahkan sudah ada yang istirahat sementara karena tidak kuat bersaing dengan terigu impor dari Turki. Sebab, tepung impor dari Turki juga dijual dengan harga yang tidak jauh beda dengan harga terigu buatan dalam negeri," jelas Ratna Sari Loppies Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo).Karena itu, Aptindo telah mengajukan petisi untuk pengenaan bea masuk anti dumping terhadap produk terigu asal Turki. Menurut Ratna, seharusnya produk terigu impor Turki juga harus dikenakan BMAD kurang lebih 20%."Jadi, ketika Turki agresif menerapkan BMAD terhadap produk-produk kita, seharusnya praktek dumping dalam ekspor tepung terigu Turki ke Indonesia juga dikenakan BMAD. Hal ini sudah kami sampaikan lewat Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) sejak tahun 2009, akan tetapi sampai saat ini PMK yang mengatur persoalan ini belum juga terbit padahal sudah disetujui dalam rapat pleno antar Kementerian di Badan Kebijakan Fiskal bulan Juli tahun lalu," tutur Ketua umum Aptindo.Melihat hal ini, pemerintah di nilai tidak serius dalam menangani BMAD, dan seakan-akan membiarkan produk impor dapat bebas masuk. Tahun ini diperkirakan total terigu impor bisa mnecapai 750.000 ton dibandingkan tahun 2010 hanya 400.000 ton.Ratna bilang, penjualan tepung terigu tahun ini tetap akan mengalami pertumbuhan lantaran diikuti dengan pertumbuhan dari industri makanan. Sayangnya, pertumbuhan tersebut yang menikmati justru para importir. Pasalnya, pangsa pasar tepung terigu mengalami pertumbuhan 10,5% dari tahun 2009 hingga 2010, namun 8% dinikmati oleh tepung terigu impor."Kami sudah ajukan surat permohonan terkait persoalan ini kepada Presiden. Dan bahkan sudah 10 kali, tapi tidak ada tindakan. Kami telah berencana akan menaikkan persoalan ini ke jalur hukum saja," tambahnya.Berdasarkan data BPS mencatat volume terigu Turki terhitung hingga September 2010 mencapai 297.524 metrik ton atau senilai US$ 84.021.490, dan sampai Desember 2010 sebesar 450.000 metrik ton atau senilai dengan US$ 127.081.077Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Aptindo menuntut terigu asal Turki dikenakan bea masuk antidumping 20%
JAKARTA. Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap terigu dalam negeri rupanya berdampak besar terhadap industri terigu nasional dalam negeri, khususnya pada industri skala kecil. "Praktek dumping ini telah membuat industri terigu skala kecil semakin terpuruk. Beberapa dari mereka bahkan sudah ada yang istirahat sementara karena tidak kuat bersaing dengan terigu impor dari Turki. Sebab, tepung impor dari Turki juga dijual dengan harga yang tidak jauh beda dengan harga terigu buatan dalam negeri," jelas Ratna Sari Loppies Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo).Karena itu, Aptindo telah mengajukan petisi untuk pengenaan bea masuk anti dumping terhadap produk terigu asal Turki. Menurut Ratna, seharusnya produk terigu impor Turki juga harus dikenakan BMAD kurang lebih 20%."Jadi, ketika Turki agresif menerapkan BMAD terhadap produk-produk kita, seharusnya praktek dumping dalam ekspor tepung terigu Turki ke Indonesia juga dikenakan BMAD. Hal ini sudah kami sampaikan lewat Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) sejak tahun 2009, akan tetapi sampai saat ini PMK yang mengatur persoalan ini belum juga terbit padahal sudah disetujui dalam rapat pleno antar Kementerian di Badan Kebijakan Fiskal bulan Juli tahun lalu," tutur Ketua umum Aptindo.Melihat hal ini, pemerintah di nilai tidak serius dalam menangani BMAD, dan seakan-akan membiarkan produk impor dapat bebas masuk. Tahun ini diperkirakan total terigu impor bisa mnecapai 750.000 ton dibandingkan tahun 2010 hanya 400.000 ton.Ratna bilang, penjualan tepung terigu tahun ini tetap akan mengalami pertumbuhan lantaran diikuti dengan pertumbuhan dari industri makanan. Sayangnya, pertumbuhan tersebut yang menikmati justru para importir. Pasalnya, pangsa pasar tepung terigu mengalami pertumbuhan 10,5% dari tahun 2009 hingga 2010, namun 8% dinikmati oleh tepung terigu impor."Kami sudah ajukan surat permohonan terkait persoalan ini kepada Presiden. Dan bahkan sudah 10 kali, tapi tidak ada tindakan. Kami telah berencana akan menaikkan persoalan ini ke jalur hukum saja," tambahnya.Berdasarkan data BPS mencatat volume terigu Turki terhitung hingga September 2010 mencapai 297.524 metrik ton atau senilai US$ 84.021.490, dan sampai Desember 2010 sebesar 450.000 metrik ton atau senilai dengan US$ 127.081.077Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News