APTRI Minta Petani Dilibatkan Penuh dalam Pencapaian Swasembada Gula



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menerbitkan Perpres No 40/2024 dalam rangka mewujudkan swasembada gula nasional. Dimana untuk menjamin ketahanan pangan nasional, menjamin ketersediaan bahan baku dan bahan penolong industri, mendorong perbaikan kesejahteraan petani tebu, serta meningkatkan ketahanan energi dan pelaksanaan energi bersih.

Pencapaian swasembada gula untuk kebutuhan konsumsi diwujudkan paling lambat pada tahun 2028. Sedangkan, pencapaian swasembada gula untuk kebutuhan industri diwujudkan paling lambat pada tahun 2030. Untuk pencapaian peningkatan produksi bioetanol pemerintah menargetkan dapat diwujudkan paling lambat pada tahun 2030.

Melihat target tersebut, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen tak yakin swasembada bisa tercapai. Dimana jika penugasan terkait swasembada gula hanya diberikan kepada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara III.


Baca Juga: Perpres No. 40/2023 Terbit, Kementerian ESDM Siapkan Implementasi Bioetanol

Ia menyebut, target swasembada gula nasional yang 4 tahun lagi harus disokong oleh semua stakeholder. Mulai dari BUMN, swasta dan petani. Menurutnya seluruh potensi di sektor pergulaan harus terintegrasi untuk mencapai target tersebut.

"Apakah benar nanti dia PTPN III mampu melakukan tugas itu? Mestinya tugas itu dibebankan pada seluruh stakeholder pergulaan. Ada swasta ada, BUMN pergulaan lain juga, ada juga petani," kata Soemitro kepada Kontan.co.id, Minggu (18/6).

Soemitro menilai Perpres 40/2023 terlalu dipaksakan untuk terbit segera. Ia belum melihat adanya persiapan yang dilakukan dalam pencapaian target swasembada gula.

"Kebutuhan gula kita banyak. Apa bisa terpenuhi dengan nambah 700.000 Ha tanpa kita berusaha agar tanaman yang ada diperbaiki juga," paparnya.

Sebagai informasi pada Perpres No 40/2023 dalam rangka percepatan swasembada gula untuk kebutuhan konsumsi dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel) Pemerintah menugaskan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara III.

Dimana penugasan berupa, peningkatan produktivitas tebu sebesar 87 ton per hektar melalui perbaikan praktik agrikultur berupa pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan tebang muat angkut. Kemudian penugasan untuk perluasan areal lahan perkebunan tebu paling sedikit seluas 179.000 hektar yang bersumber dari lahan perkebunan, lahan tebu rakyat, dan lahan kawasan hutan.

Soemitro mengatakan, dengan target penambahan areal 700.000 hektar maka seharusnya sudah mulai penyiapan bibit tebu dari sekarang. Pasalnya bibit tebu memerlukan 4 tahap dari penyiapan hingga menjadi tebu penggilingan.

"Belum lagi dua tahun berikutnya swasembada gula industri. Dari mana? Kalau tidak mengajak seluruh stakeholder terutama petani. Petani bener yang dari bawah," tegasnya.

Adapun upaya awal yang perlu dilakukan pemerintah dalam mencapai swasembada gula ialah dengan meningkatkan harga gula nasional. Pasalnya saat ini harga gula nasional menurutnya masih dibawah dari biaya produksi para petani.

Soemitro mengatakan ketika harga gula naik sebanding dengan biaya produksi, dan petani mendapatkan harga yang baik. Maka para petani akan melakukan perbaikan tanaman tebu, pembibitan yang lebih baik yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas.

Baca Juga: Genjot Swasembada Gula dan Bioetanol, Pemerintah Akan Tambah 700.000 Ha Kebun Baru

Sehingga upaya pemerintah untuk mencapai swasembada gula pada 2028 untuk konsumsi dan 2030 untuk industri bisa tercapai. Pasalnya, kata Soemitro 60% produksi gula nasional berasal dari tebu yang ditanam para petani di Indonesia.

"BUMN dan swasta hanya pegang 40% dan kalau yang 60% petani yang pegang, tapi HPP gula kita ngga naik 6 tahun, 2016-2021 ngga pernah naik. Baru naik 2022. Ngga bakal ini memberikan dampak signifikan (swasembada gula) kalau action plan petani ngga diikutkan. Bayangkan 60% karena petani," jelasnya.

Oleh sebab itu, Soemitro berharap harga gula nasional dinaikkan sehingga mendorong petani meningkatkan produktivitas lahannya. APTRI sendiri mengusulkan adanya kenaikan harga gula sekurang-kurangnya sama seperti biaya pokok produksi di angka Rp13.500 atau Rp13.600 per kilogram.

Dengan pendapatan yang baik, petani akan perbaiki tanaman, bibit dan pengelolaan. Hal tersebut menjadi persiapan mencapai target swasembada gula di 2028.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .