APTRI: Realisasi impor gula mentah meleset tanda pasokan gula berlebih



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi impor gula mentah terbaru sebanyak 1,3 juta ton masih jauh dari kuota semester ini di 1,8 juta ton. Hal tersebut bisa jadi indikasi bahwa kebutuhan industri akan gula sebenarnya sudah mencukupi, sehingga tidak lagi membutuhkan impor.

"Ini bukti akurat bahwa faktanya 1,3 juta ton itulah kebutuhan riil gula rafinasi untuk industri, itu saja sudah ada yang bocor ke gula konsumsi," kata Ketua Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen, saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (24/6).

Soemitro meyakini pasokan gula dalam negeri baik berkat produksi nasional maupun hasil impor sejak awal tahun 2018 dan sebelumnya kini dalam keadaan berlebih. Apalagi gula memiliki masa tahan gudang yang cukup lama hingga satu tahun, sehingga pada saat ini industri makanan dan minuman tidak mengimpor gula sebanyak yang diperkirakan.


Selain itu, hingga saat ini industri makanan dan minuman belum menggaungkan keresahan akibat kekurangan gula, menjadi indikasi bahwa memang sedang tidak ada kebutuhan mendesak untuk impor gula mentah. "Industri mamin tidak ada yang kelabakan karena memang ada akumulasi dari impor yang dulu-dulu," tegasnya.

Asal tahu saja, total impor gula mentah sepanjang tahun 2017 sebanyak 3,5 juta ton. Sedangkan kuota impor yang disetujui oleh Kemdag tahun ini sebesar 3,6 juta ton. Angka tersebut naik berkat penilaian dari Kementerian Perindustrian yang menyatakan kebutuhan gula mentah tahun 2018 naik 6%.

Terkait hal tersebut, Soemitro kembali mengkritik mudahnya pemerintah mengeluarkan izin impor dan menaikkan pagu kuota. Padahal produksi gula dalam negeri kian membaik dan dalam waktu dekat akan memasuki masa panen. Menurutnya, area Jawa Tengah dan Jawa Timur sedang bersiap paska panen dan untuk area Malang memiliki potensi menggiling hingga 800.000 ton setiap minggu untuk waktu kurang lebih dua bulan.

"Intinya pemerintah jangan mentang-mentang ingin gula murah jadi dibanjirkan dengan gula impor, yang kena adalah petani dan otomatis gula luar negeri jadi membunuh gula lokal kita," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi