KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Arah bisnis emiten telekomunikasi PT Bakrie Telecom Tbk (
BTEL) menjadi menjadi perhatian Bursa Efek Indonesia (BEI). Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, dalam waktu dekat, pihaknya akan melaksanakan dengar pendapat dengan BTEL untuk mempertanyakan arah bisnis perusahaan ini. “Bisnisnya itu yang menjadi salah satu
concern dari BEI, mau dibawa ke mana,” kata Nyoman, Rabu (10/7). Saat ini, BTEL tak lagi menjadi operator telekomunikasi untuk konsumen retail, melainkan menjadi penyedia
voice solution dan
contact center bagi gedung-gedung tinggi. Ke depannya, bagian Bakrie Group ini berencana untuk membangun bisnis baru, yakni penyedia infrastruktur televisi digital.
Menanggapi rencana tersebut, Nyoman mengatakan pihaknya akan berdiskusi dengan BTEL terkait alasan pengembangan bisnis baru ini, serta seberapa besar akan menjamin kelangsungan bisnis BTEL. “Dilengkapi dengan laporan riset supaya bisa memberikan argumen apakah ke depannya, bisnis baru ini bisa memperbaiki yang sebelumnya,” kata dia. Menurut Nyoman, tindakan konkret dari direksi perusahaan yang keberlangsungan bisnisnya diragukan adalah hal yang ditunggu BEI. Selanjutnya, terkait dengan suspensi saham BTEL, BEI juga akan menggali lebih lanjut terkait dengan arah kelangsungan bisnis BTEL. “Kami akan meminta penjelasan, dengar pendapat, hingga memanggil pemegang saham pengendali terkait komitmennya untuk bisnis perusahaan tersebut,” ucap Nyoman. Berdasarkan ketentuan BEI, jika dalam waktu 24 bulan setelah suspensi, emiten tidak menunjukkan tindakan untuk memperbaiki bisnisnya, maka emiten tersebut berpotensi di-
delisting. Meskipun begitu, Nyoman menekankan bahwa
delisting adalah tindakan paling akhir setelah berbagai proses diskusi dan pengawasan tentang arah perbaikan bisnis dijalankan.
Sebelumnya, BEI menghentikan sementara perdagangan saham BTEL pada 27 Mei 2019. Pasalnya, laporan keuangan BTEL ini memperoleh opini ‘tidak menyatakan pendapatan’ atau
disclaimer dua kali berturut-turut, yaitu pada 2017 dan 2018. Asal tahu saja, untuk menjawab penyebab opini
disclaimer ini, BTEL telah melaksanakan
public expose insidentil pada Selasa (9/7). Pada kesempatan tersebut, Direktur Keuangan BTEL Aditya Irawan mengatakan, opini tersebut muncul karena proses restrukturisasi wesel senior oleh anak usaha BTEL yang berbasis di Singapura, yakni Bakrie Telecom Pte. Ltd. masih dalam penyelesaian. "Proses restrukturisasi belum selesai sampai tanggal laporan audit 17 Mei 2019 sehingga auditor berpendapat, hasil akhir belum bisa ditentukan,” kata dia di Jakarta, Selasa (9/7). Sebagai gambaran, per 2018, pendapatan BTEL adalah sebesar Rp 8,5 miliar. Nilai ini naik 7,6% secara tahunan dari sebelumnya Rp 7,9 miliar. Kemudian, BTEL mencatatkan rugi bersih Rp 720,6 miliar pada 2018 atau turun 107,7% dari Rp 1,49 triliun pada 2017. Sementara itu, per 2018, BTEL mencatatkan aset senilai Rp 713,5 miliar dengan utang Rp 16,13 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati