Jangan keburu senang melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menanjak sejak awal bulan ini. Jalur hijau yang didaki indeks belum mengonfirmasi terjadinya tren bullish. Kenaikan IHSG hingga mencapai 4.630,707 pada Senin (12/10), lebih karena indeks sepanjang tahun ini memang sudah turun banyak. Pun begitu dengan koreksi yang terjadi pada 13 Oktober, lebih disebabkan kenaikannya sejak awal Oktober sudah terlalu tinggi. “Dari
daily chart, koreksinya wajar karena IHSG menyentuh batas atas
bollinger band,” kata analis First Asia Capital David Nathanael Sutyanto. Pertanyaannya, bagaimana nasib IHSG ke depan, paling tidak sampai 2015 berakhir? Secara fundamental, dari dalam negeri, kabar kurang baik bakal datang berupa kinerja emiten di kuartal III–2015. Andy Ferdinand, Kepala Riset Samuel Sekuritas, memprediksi, laporan keuangan emiten di bursa saham Indonesia masih tertekan. Ini bisa mempengaruhi pergerakan indeks hingga akhir Oktober yang menjadi batas waktu pelaporan kinerja keuangan emiten kuartal III.
Prediksi ini berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan harga komoditas yang mempengaruhi kinerja banyak emiten di Bursa Efek Indonesia. Sepanjang kuartal III–2015, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terkoreksi dalam. Terutama sejak akhir Agustus hingga penghujung September. Puncaknya, pada 29 September 2015, USD/IDR terjerembab di Rp 14.728. Secara rata-rata, USD/IDR berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) ada di Rp 13,867.90. “Dari kalkulasi para analis, setiap 1% pelemahan rupiah menyebabkan 0,9%
corporate earnings menurun,” ujar Agus Yanuar, Presiden Direktur & Chief Investment Officer Samuel Aset Manajemen. Penuh ketidakpastian Sementara harga minyak dunia sepanjang kuartal III juga mengalami tekanan cukup hebat. Harga emas hitam menjadi patokan bagi komoditas utama ekspor Indonesia, yakni batubara dan minyak sawit. Harga minyak Brent untuk kontrak pengiriman November 2015 di kuartal III, rata-rata hanya US$ 52,19 per barel. Jauh lebih rendah ketimbang rata-rata kuartal II yang US$ 66,20 per barel. Sentimen lain yang akan mempengaruhi IHSG, tutur Kepala Riset OSO Securities, Supriyadi, adalah serapan anggaran pemerintah. Kementerian Keuangan sendiri memprediksi, realisasi serapan belanja negara tahun ini akan di bawah 90%. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono optimistis, serapan anggaran kementeriannya bisa mencapai 93%. Hingga akhir September, penyerapan anggaran Kementerian PU-Pera baru 44% dari total anggaran Rp 118 triliun. Nah, jika data penyerapan anggaran per akhir Oktober tidak naik signifikan, ini bisa dianggap sebagai pertanda buruk bagi IHSG. “Mestinya, penyerapan anggaran pemerintah per Oktober bisa 75%. Kalau dibawah itu kabar buruk,” kata Supriyadi. Sementara soal sikap Bank Indonesia yang mempertahankan BI rate di 7,5% diyakini tidak berpengaruh ke IHSG. Pasalnya, sejak awal BI memang sudah diperkirakan tidak mengubah kebijakan moneternya. Dari Amerika Serikat (AS), sederet agenda ekonomi akan mengiringi langkah IHSG hingga penghujung tahun (lihat tabel). Yang paling dinanti-nanti adalah agenda The Federal Reserve (The Fed), yakni Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan mengumumkan federal funds rate pada 28 Oktober atau 16 Desember. Keputusan The Fed pada dua tanggal keramat tadi. Jika berpegang pada statemen beberapa anggota The Fed sesaat setelah bank sentral AS ini menahan bunga acuan pada 17 September 2015, desakan untuk menaikkan fed funds rate cukup kuat. Yakni, sebelum 2015 berakhir. Namun ketidakpastian yang terus didengungkan petinggi The Fed sepanjang tahun ini membuat keyakinan pelaku pasar, termasuk di Indonesia, terhadap pernyataan anggota The Fed terbelah. Apalagi data penjualan ritel AS yang diumumkan 14 Oktober cuma tumbuh 0,1%, di bawah ekspektasi 0,2%. Pun data yang diumumkan pemerintah AS pada 15 Oktober 2015, data consumer price index (CPI) minus 0,2%. Tanpa faktor harga energi dan makanan, CPI inti sebetulnya tumbuh 0,2%. Ini juga didukung dari sisi teknikal. David bilang, IHSG hingga satu bulan ke depan (sejak 14 Oktober) masih akan fluktuatif dengan potensi tertekan. Ini terlihat dari level resistance fibonacci retracement 61,8% di 4.650 yang masih sulit ditembus. Hingga akhir tahun, indeks bisa menguji 4.950 asal level 4.650 tadi bisa ditembus. Sementara Kepala Riset Universal Broker Satrio Utomo bilang, sejauh ini, sejak menembus resistant di 4.300, sampai akhir tahun IHSG berpotensi menguji posisi 4.700–4.750. Sementara untuk support kuatnya ada di 4.400–4.500. Investor sendiri nampaknya memanfaatkan kenaikan IHSG untuk mengambil untung. Pada 15 Oktober 2015, IHSG sempat menguat hingga 4.552 sebelum ditutup di 4.513. “Ini berarti saat terjadi kenaikan banyak yang mulai profit taking di harga atas,” kata Hendra Martono, Head of Brokerage Division PT Henan Putihrai.
Sepekan ke depan, Reza Priyambada, Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia, memperkirakan, IHSG bergerak di rentang support 4.300–4.350 dan resistance 4.455–4.500. Indikator relative strength index (RSI) dan stochastic juga menunjukkan kenaikan mulai tertahan dan indeks saham malah cenderung turun. Jalan IHSG masih bergelombang, dong, ya! Laporan Utama Mingguan Kontan No. 04-XIX, 2015 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi