KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Banyak investor yang was-was dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa (8/4), usai masa libur panjang Lebaran 2025. Apalagi, bursa kawasan Asia memerah saat perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) libur panjang. Sebagai pengingat, posisi IHSG sebelum libur panjang lebaran atau tepatnya Kamis (27/4) berada di level 6.510,62, menguat tipis 0,59% dalam sehari perdagangan. Namun, secara tahun berjalan, pergerakan IHSG terkoreksi 8,04%. Sejumlah sentimen diperkirakan akan memengaruhi arah pergerakan IHSG saat pasar kembali aktif. Salah satu tekanan utama datang dari meningkatnya tensi perang dagang, menyusul kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat (AS). Kebijakan ini memicu kekhawatiran atas ketidakstabilan di pasar keuangan global, termasuk Indonesia.
VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menilai pasar akan mulai mengimplementasikan berbagai dampak dari sejumlah tekanan ekonomi. Ini mencakup kebijakan tarif resiprokal dari AS, pelemahan nilai tukar rupiah, penurunan harga komoditas andalan Indonesia seperti batubara, crude palm oil (CPO), nikel, dan tembaga. Serta kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan dari Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed (FFR) yang lebih terbatas dari proyeksi awal. Baca Juga: Proyeksi IHSG Pasca Libur Panjang Lebaran, Tarif Impor Donald Trump Jadi Pemberat Pada hari pembukaan perdagangan Selasa (8/4), Audi memprediksi, IHSG berpotensi bergerak cenderung melemah di tengah tekanan eksternal dan domestik, dengan area support psikologis berada di kisaran 6.000–6.100 dan resistance di rentang 6.600–6.670. Jika IHSG menembus support psikologis tersebut, maka skenario bearish hingga level 5.700–5.750 sangat mungkin terjadi. Tekanan jual dari investor asing juga diperkirakan berlanjut, seiring meningkatnya ketidakpastian ekonomi global. Kekhawatiran pasar juga muncul akibat potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nomura Asia bahkan memangkas proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2025 menjadi 4,7% year on year (yoy), turun dari sebelumnya 4,9% yoy, sebagai respons terhadap dampak tarif resiprokal dari AS. Selain itu, tekanan terhadap rupiah terus berlanjut, bahkan sempat menyentuh level Rp 16.700 per dolar AS. Audi membandingkan situasi saat ini dengan kebijakan tarif yang diumumkan Presiden Trump terhadap China pada Maret 2018, yang saat itu menyebabkan IHSG turun sekitar 5,7% dalam sebulan. Tetapi kali ini kami melihat dampak yang terjadi berbeda dikarenakan tarif kali ini berlaku global, termasuk tarif resiprokal untuk Indonesia sebesar 32%. "Potensi penurunannya bisa lebih dalam dibandingkan tarif pertama antara AS dengan China di 2018. Terlebih dengan sentimen outflow asing yang masih deras dan depresiasi rupiah yang terjadi di tahun 2025," kata Audi kepada Kontan, Senin (7/4). Melihat tingginya volatilitas pasar, Audi memperkirakan rentang pergerakan IHSG pada kuartal II 2025 akan semakin melebar. Proyeksi pergerakan indeks dibagi menjadi tiga level skenario:
- Optimistis: 6.750–6.800
- Moderat: 6.560–6.600
- Pesimistis: 5.700–5.750