Arah rupiah tahun ini tergantung 5 Mei



JAKARTA. Rupiah semakin percaya diri menunjukkan performa terbaik di hadapan dollar AS. Meski sentimen dalam negeri cukup positif, tak bisa dipungkiri jika faktor eksternal masih mendominasi pergerakan rupiah.

Di pasar spot, Senin (7/3) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menguat 0,36% ke level Rp 13.085 dibanding sehari sebelumnya. Pergerakan rupiah sudah menguat 5,1% sejak akhir tahun lalu.

Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Aset Manajemen mengatakan, kontribusi faktor eksternal masih mendominasi penguatan rupiah. "Banyak dana asing yang bingung mencari tempat sehingga masuk ke Indonesia," ujar Lana.


Perlambatan ekonomi China dan negara - negara maju di Eropa membuat investor memindahkan dananya ke negara berkembang termasuk Indonesia.

Di sisi lain, prospek ekonomi dalam negeri cukup baik. Namun, hal ini masih perlu mendapat konfirmasi yakni dari data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal I-2016 yang akan dirilis tanggal 5 Mei mendatang.

"Kita lihat setelah rilis PDB kuartal pertama, apakah dana asing akan masuk atau keluar dari dalam negeri," papar Lana.

Jika pertumbuhan ekonomi kuartal pertama lebih baik dari angka kuartal IV-2015 sebesar 5,04% maka Lana menduga akan semakin banyak dana asing yang masuk ke Indonesia.

Namun, jika sebaliknya, yakni angka pertumbuhan ekonom kembali melambat hingga ke bawah 5% maka ada potensi aliran dana asing keluar dari dalam negeri.

Proyeksi Lana, The Fed baru akan menaikkan suku bunga pada semester II-2016. Tetapi penguatan USD menjelang rapat The Fed bulan ini tetap terbuka. Apalagi, rupiah sudah menguat cukup signifikan.

Jika The Fed tidak menaikkan suku bunga bulan ini, Lana memprediksi rupiah akan menguat di kisaran Rp 12.800 per dollar AS. Sementara di akhir tahun, rupiah masih memiliki ruang pelemahan hingga di kisaran Rp 13.500 - Rp 13.800 per dollar AS.

Maklum, investor yang masuk ke Indonesia sebagian besar merupakan investor jangka pendek. Artinya, dana asing sewaktu - waktu dapat keluar meninggalkan Indonesia. Sedangkan kebutuhan mata uang USD untuk pembayaran utang cukup tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto